Kamis 10 Jun 2021 19:25 WIB

Lonjakan Kasus Covid Belum Capai Puncak, Perkuat Surveilans!

Positivity rate akan meningkat hingga tujuh pekan setelah puncak mobilitas lebaran.

Petugas Dinas Pemadam Kebakaran Kota Surabaya menyemprotkan larutan disinfektan di area pos penyekatan Jembatan Suramadu, Surabaya, Jawa timur, Kamis (10/6/2021). Penyemprotan disinfektan dilakukan di area pos penyekatan yang menjadi tempat dilakukannya tes cepat antigen dan tes usap PCR bagi warga dari Pulau Madura yang menuju maupun melintas ke Surabaya, menyusul meningkatnya kasus COVID-19 di Bangkalan, Madura.
Foto: ANTARA FOTO/Didik Suhartono
Petugas Dinas Pemadam Kebakaran Kota Surabaya menyemprotkan larutan disinfektan di area pos penyekatan Jembatan Suramadu, Surabaya, Jawa timur, Kamis (10/6/2021). Penyemprotan disinfektan dilakukan di area pos penyekatan yang menjadi tempat dilakukannya tes cepat antigen dan tes usap PCR bagi warga dari Pulau Madura yang menuju maupun melintas ke Surabaya, menyusul meningkatnya kasus COVID-19 di Bangkalan, Madura.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rr Laeny Sulistyawati, Sapto Andika Candra, Antara

Penularan Covid-19 masih terjadi di Tanah Air, bahkan menunjukkan peningkatan dua pekan setelah libur lebaran pertengahan Mei 2021 lalu. Berdasarkan permodelan yang dibuat oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) angka positivity rate Covid-19 akan meningkat hingga tujuh pekan dari puncak mobilitas masyarakat yang kemungkinan terjadi pada akhir Juni 2021.

Baca Juga

"Kami sudah punya permodelan bahwa tingkat kasus Covid-19 meningkat enam hingga tujuh pekan dari puncak mobilisasi. (Positivity rate) ini bergantung pada bagaimana mobilisasi bisa ditekan dan terlihat dari model-model peningkatan persentase kasus yang terjadi," ujar Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono saat berbicara di konferensi virtual FMB9, bertema 'Antisipasi Peningkatan Kasus Covid-19 di Daerah', Kamis (10/6).

Dante menegaskan, pembatasan mobilitas masyarakat sebelum libur lebaran seperti larangan mudik tetap berdampak pada upaya penekanan penularan Covid-19. Jika saat ini lonjakan kasus Covid-19 masih terjadi, itu bukan karena kagagalan kebijakan pembatasan sebelum lebaran.

"Tetapi itu bergantung pada muatan lokal kegiatan yang terjadi. Walaupun kegiatan mobilisasi sudah ditekan, tetapi kalau masyarakat lokalnya melakukan mobilisasi maka tetap saja bocor juga kasusnya," katanya.

Ihwal munculnya daerah-daerah yang saat ini penularan Covid-19-nya terbilang parah seperti Kudus dan Bangkalan, menurut Dante, hal itu juga bukan akibat kegagalan kebijakan pembatasan mobilitas masyarakat sebelum lebaran. Justru menurutnya, jika pembatasan tidak dilakukan, mungkin akan lebih banyak daerah yang akan mengalami lonjakan kasus Covid-19.

Di lain pihak, Kemenkes juga mewaspadai adanya mutasi virus yang terjadi ke depannya. Ia menjelaskan, mutasi ini mempunyai kecenderungan untuk lebih cepat melakukan akselerasi penularan seperti mutasi dari India dan Inggris.

"Mutasi ini lebih cepat untuk memberikan tingkat penularan yang lebih dramatis dibandingkan yang  virus yang normal," ujarnya.

Berdasarkan data Satgas Penanganan Covid-19, penambahan angka kasus harian Covid-19 pada Kamis (10/6) mengalami lonjakan tertinggi pasca libur Idul Fitri. Satgas mencatat penambahan kasus positif harian ini mencapai 8.892 kasus.

Dengan demikian, total kasus positif saat ini telah mencapai 1.885.942. Sebanyak 110.623 spesimen dari 68.996 orang pun telah diperiksa pada hari ini. Sedangkan angka kasus aktif harian bertambah 3.020 dengan total kasus mencapai 104.655.

Satgas juga mencatat angka positivity rate harian Covid-19 yang sebesar 12,83 persen. Untuk kasus sembuh pada hari ini bertambah sebanyak 5.661 orang dan menjadikan total kasus kesembuhan telah mencapai 1.728.914.

Sementara kasus meninggal dalam 24 jam terakhir dilaporkan sebanyak 211 orang. Angka ini menjadikan total kasus meninggal telah mencapai 52.373 orang. Satgas juga melaporkan masih terdapat 102.824 suspek di berbagai daerah.

Pada Rabu (9/6), Juru Bicara Pemerintah Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyampaikan, kenaikan kasus Covid-19 pascalibur Idul Fitri pada tahun ini tak setinggi dibandingkan tahun lalu. Pada 2020, kenaikan kasus pada minggu ketiga pascalibur lebaran tercatat mencapai 80,5 persen; sedangkan kenaikan pada tahun ini sebesar 53,4 persen.

Kenaikan pada 2020 dikontribusikan oleh Jawa Timur yang sebesar 535 persen, Sulawesi Selatan naik 293 persen, Kalimantan Selatan naik 113 persen, Jawa Tengah naik 44,2 persen, dan DKI Jakarta naik 38,4 persen.

“Pada tahun ini, kenaikan yang terjadi tidak setinggi tahun lalu,” kata Wiku saat konferensi pers, Rabu (9/6).

Sedangkan pada tiga minggu setelah periode Idul Fitri tahun ini terjadi kenaikan sebesar 53,4. Kenaikan ini dikontribusikan oleh Jawa Tengah yang sebesar 120 persen, Kepulauan Riau naik 82 persen, Sumatera Barat naik 74 persen, DKI Jakarta naik 63 persen, dan Jawa Barat naik 23 persen.

Lebih lanjut, Satgas kemudian melihat perkembangan kenaikan kasus di tingkat provinsi tersebut. Kenaikan di tingkat provinsi di tahun ini tercatat tidak sebesar di tahun lalu. Pada 2020, kenaikan di tingkat provinsi bahkan mencapai hingga 500 persen; sedangkan di 2021 kenaikan tertinggi sebesar 120 persen.

“Perlu diwaspadai bahwa kenaikan di beberapa kabupaten kota terjadi secara signifikan. Kabupaten kota inilah yang berkontribusi besar dalam naiknya kasus di masing-masing provinsi ini,” ucap dia.

In Picture: Puluhan Santri dan Pengurus Ponpes Positif Covid-19

photo
Anggota Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bogor berdiri di dekat pintu gerbang masuk Pondok Pesantren (Ponpes) Bina Madani di Kelurahan Harjasari, Kota Bogor, Jawa Barat, Selasa (8/6/2021). Sebanyak 65 santri dan pengurus di Ponpes itu terkonfirmasi positif COVID-19 setelah menjalani tes swab PCR yang saat hendak memulai pembelajaran tatap muka sehingga Ponpes tersebut ditutup untuk sementara waktu. - (ANTARA/Arif Firmansyah)

 

Perkuat survelians

Epidemiolog Universitas Indonesia (UI), Tri Yunis Miko Wahyono mengatakan, pemerintah harus memperkuat surveilans, pelacakan kontak (contact tracing) dan pengujian (testing) untuk dapat memprediksi kenaikan dan mengantisipasi lonjakan kasus Covid-19.

"Utamanya adalah tiga kunci surveilans, contact tracing dan testing. Itu baru dasar yang diperbaiki supaya indikator kita benar dan tahu kasus itu meningkat atau menurun," kata Yunis, Kamis.

Yunis menuturkan, jika surveilans, pelacakan kontak, dan pengujian sudah kuat, dapat memperkirakan timbulnya peningkatan kasus Covid-19 di kemudian hari, sehingga bisa menyiapkan mitigasi dengan tepat dan jauh lebih siap. Selain itu, upaya-upaya penanggulangan Covid-19 juga harus dilakukan dengan benar, termasuk kepatuhan protokol kesehatan, penerapan jaga jarak atau social distancing mulai dari skala ringan, sedang hingga berat, percepatan deteksi, disinfeksi, isolasi atau karantina, serta perawatan atau penanganan dari segi kesiapan sumber daya di bidang kesehatan.

"Kalau surveilans itu baik, kabupaten atau kota bisa memperkirakan lonjakan kasusnya," tuturnya.

Surveilans adalah kejadian kasus yang dilaporkan dari Puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten atau kota, lalu ke provinsi, dan provinsi melaporkan ke pusat. Yunis mengatakan, saat ini surveilans semua kabupaten/kota dan provinsi serta secara nasional tidak menggambarkan kenaikan kasus yang terjadi di masyarakat.

Seharusnya surveilans itu menggambarkan kenaikan kasus di masyarakat. Jika surveilans itu menggambarkan kenaikan kasus dengan baik, akan bisa memprediksi dengan tepat kapan kapasitas pelayanan kesehatan kabupaten atau kota itu menjadi penuh akibat lonjakan kasus.

Untuk meningkatkan surveilans, lanjutnya, semua kasus harus dilaporkan dengan segera dan tidak disimpan meskipun dengan adanya laporan tersebut, bisa membuat zona risiko kabupaten/kota itu menjadi naik.

"Supaya zona risiko kabupaten atau kota itu tidak merah, kasus pada hariannya atau new record-nya disimpan seolah-olah itu belum dikonfirmasi," tutur Yunis.

Selain surveilans, Yunis mengatakan, pelacakan kontak juga harus ditingkatkan jika ingin menemukan kasus lebih banyak agar dapat memutus rantai penularan Covid-19. Pada Juni 2020, tingkat pelacakan kontak masih tergolong baik dengan rasio 1:20 hingga 1:40, yang mana ketika ditemukan satu kasus terkonfirmasi positif Covid-19, dilakukan pelacakan kepada 20-40 suspek.

Namun, rasio pelacakan kontak sekarang ini tidak mencapai 1:20. Contohnya, data per 8 Juni 2021 ada 7.725 kasus positif Covid-19 dilaporkan, sementara ada 97.967 suspek, berarti tingkat pelacakan kontak adalah sekitar 1:12. Padahal seharusnya tingkat pelacakan kontak makin hari makin meningkat, sehingga dapat menemukan kasus Covid-19 lebih banyak di masyarakat.

 

photo
Tiga hoaks terbaru soal vaksinasi Covid-19 - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement