Selasa 08 Jun 2021 00:52 WIB

Kemensos Menarget Pengumpulan Fee Bansos Jabodetabek Rp 35 M

Setiap vendor pengadaan bansos dipungut fee senilai Rp 10 ribu untuk perpaket bansos.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Agus Yulianto
Terdakwa kasus korupsi Bantuan Sosial (Bansos) Covid-19 Matheus Joko Santoso memberikan keterangan saksi saat sidang lanjutan mantan Menteri Sosial Juliari Batubara terkait kasus dugaan korupsi dana paket Bantuan Sosial (Bansos) Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek Tahun 2020  di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (7/6). Sidang tersebut beragendakan pemeriksaan sejumlah saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum KPK diantaranya Matheus Joko Santoso. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Terdakwa kasus korupsi Bantuan Sosial (Bansos) Covid-19 Matheus Joko Santoso memberikan keterangan saksi saat sidang lanjutan mantan Menteri Sosial Juliari Batubara terkait kasus dugaan korupsi dana paket Bantuan Sosial (Bansos) Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek Tahun 2020 di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (7/6). Sidang tersebut beragendakan pemeriksaan sejumlah saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum KPK diantaranya Matheus Joko Santoso. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kementerian Sosial (Kemensos) Matheus Joko Santoso mengungkap, adanya target pengumpulan fee pengadaan bantuan sosial (bansos) sembako penanganan Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek. Target pengumpulan fee itu sebesar Rp 35 miliar, yang didapatkan dari setiap vendor pengadaan bansos. 

"Target yang belum terpenuhi, itu masih belum tercapai sebanyak kurang lebih Rp 24 miliar lagi, diambil dari yang Rp 35 miliar," kata Matheus Joko Santoso saat bersaksi untuk terdakwa man Mensos Juliari Peter Batubara di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (7/6).

Mendengar pernyataan Joko, jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) M Nur Aziz mendalami hal tersebut. Kepada Jaksa, Joko menyebut, staf ahli Mensos, Kukuh Ariwibowo sempat menyampaikan vendor pada setiap tahap pengadaan bansos.

"Itu bagaimana target munculnya?, " tanya Jaksa kepada Joko. 

"Pada waktu itu Pak Koko menyampaikan tabel kepada saya, di situ ada nama vendor, sekitar bulan Juni, yang berlangsung putaran pertama, tahap 1,3,5, dan 6," ungkap Joko.

Dia mengaku, setiap vendor pengadaan bansos dipungut fee senilai Rp 10 ribu untuk perpaket bansos. Bahkan, Kukuh Ariwibowo membeberkan vendor-vendor pengadaan bansos tersebut.

"Di situ disampaikan tentunya tabel pak, ada nama vendor, kemudian jumlah kuota, dikalikan Rp 10 ribu, ada tertulis gitu," terang Joko.

"Jadi ilustrasinya di tahap satu itu ada 21 vendor, target fee Rp 9,5 miliar, kemudian di tahap tiga Rp 6,4 miliar, sudah tertulis. Jadi ada tabel yang kosong yang harus saya isi, artinya yang saya isi itu berapa yang sudah saya terima dari vendor, aktualnya seperti itu," ujar Joko. 

"Tahap satu targetnya Rp 9,576 miliar," lanjut  Joko.

"Untuk Tahap tiga?," cecar Jaksa.

"Realisasinya fee setorannya Rp 825 juta, dari target Rp 6,4 miliar," ungkap  Joko?

"Tahap komunitas?," tanya Jaksa lagi.

"Tahap komunitas targetnya Rp 7,35 miliar, tahap lima, Rp 6,37 miliar dan tahap enam Rp 6,843 miliar," jelas  Joko.

"Sehingga total target fee nya adalah sebesar Rp 36,554 miliar. Setelah didiskusikan kita diminta hanya 35 miliar," kata  Joko.

Dia mengaku, tugas pengumpulan fee tidak hanya dibebankan kepada dirinya, tapi juga kepada kuasa pengguna anggaran (KPA) Kemensos, Adi Wahyono.

"Selain saksi ada siapa aja?," tanya Jaksa.

"Adi Wahyono, di ruangan Kepala Biro Umum," ujar Joko.

Juliari didakwa menerima suap uang sebesar Rp32 miliar melalui Plt Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial (PSKBS) Kemensos, Adi Wahyono, yang juga Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), serta Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek pengadaan Bansos Covid-19, Matheus Joko Santoso.

Adapun, rincian uang yang diterima Juliari melalui Adi Wahyono dan Matheus Joko yakni, berasal dari Konsultan Hukum, Harry Van Sidabukke, senilai Rp 1,28 miliar. Kemudian, dari Presiden Direktur PT Tigapilar Agro Utama, Ardian Iskandar Maddanatja, sejumlah Rp 1,95 miliar, serta sebesar Rp 29, 252 miliar berasal dari para pengusaha penyedia barang lainnya.

Atas perbuatannya, Juliari Batubara didakwa melanggar Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement