Ahad 06 Jun 2021 10:10 WIB

Ketum YLBHI Nilai TWK KPK Wujud Berlanjutnya Cicak Vs Buaya

Asfinawati melihat KPK praktis sudah dikuasai koruptor dari dalam.

Rep: Dian Fath Risalah, Nawir Arsyad Akbar/ Red: Andri Saubani
Ketum YLBHI Asfinawati.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Ketum YLBHI Asfinawati.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati memandang polemik penyingkiran 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) menunjukkan berlanjutnya peristiwa "Cicak vs Buaya". Bedanya, serangan kali ini ada pencanggihan metode baru untuk melemahkan KPK dengan cara menguasai KPK.

"TWK sudah berhasil menunjukkan Cicak vs Buaya berlanjut, kalau dari jilid satu hingga jilid tiga serangan buaya  dari luar berupa kriminalisasi maka di jilid keempat ini serangan buaya dari dalam (internal KPK)," ujar Asfinawati dalam acara nobar dan diskusi KPK the Endgame di Tangerang, Sabtu (5/6) malam.

Baca Juga

Diketahui, dalam jilid sebelumnya serangan terhadap KPK selalu melibatkan petinggi Polri yakni jilid I (Susno Duajdi), jilid II (Djoko Susilo), dan jilid III (Budi Gunawan). Kini, Cicak vs Buaya Jilid IV terjadi dalam jangka waktu panjang. Mulai dari Pansus Angket DPR terhadap KPK pada 2017, seleksi pimpinan KPK periode 2019-2023, revisi UU KPK, hingga TWK.

Asfinawati menuturkan, pertanyaan-pertanyaan janggal dan berkesan main-main selama proses TWK juga semakin menunjukkan Indonesia sudah dikuasai oleh para koruptor. Karena, dalam proses pelaksanaan TWK melibatkan sejumlah lembaga negara seperti Badan Kepegawaian Negara hingga Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

Bahkan, sejak proses seleksi pimpinan KPK periode 2019-2023 yang meloloskan calon bermasalah. Sehingga kini, Asfinawati melihat KPK praktis sudah dikuasai dari dalam.

"Indonesia ini sudah dikuasai koruptor. Jadi ini bukan hanya endgame KPK. tapi ini endgame untuk rakyat, " tegasnya.

"Masalah ini pun lebih dari serangan koruptor terhadap pemberantasan korupsi, tapi juga serangan terhadap demokrasi dan hak kita sebagai rakyat sangat terancam, " tambahnya.

Film dokumenter KPK the EndGame yang diproduksi oleh WatchDoc resmi dirilis pada Sabtu (5/6)n. Lebih dari 169 titik yang tersebar di Indonesia menggelar nobar (nonton bareng) offline dokumenter yang bercerita soal kesaksian para pegawai KPK yang dinyatakan tak lulus asesmen atau TWK dalam alih proses menjadi aparatur sipil negara (ASN).

Dalam dokumenter yang menampilkan 16 narasumber itu mengungkap bahwa TWK menjadi salah satu upaya akhir yang dilakukan secara sistematis untuk melemahkan KPK  melalui agenda besar revisi UU KPK.  

Eks Direktur Pembinaan Jaringan Kerja antar Komisi dan Instansi (PJKAKI) Sujanarko dalam dokumenter tersebut mengelompokkan 75 pegawai KPK yang tak lolos TWK ke dalam beberapa klaster.

"Ada klaster Wadah Pegawai yang sering memimpin berbagai aksi di KPK , klaster kasatgas yang menangani kasus besar, dan kasihan ada juga pengawas internal yang ikut menyidangkan etik Ketua KPK Firli Bahuri semuanya kena (tidak lulus TWK)," ujar Koko sapaan akrab Sujanarko.

Diketahui, sebagian dari 75 pegawai merupakan penyelidik, penyidik bahkan Kasatgas yang menangani kasus korupsi bantuan sosial Covid-19, benih benur, BLBI, hingga Harun Masiku. Sujanarko juga menyebut proses TWK ini merupakan sebuah perselingkuhan. Sebab, ia dan pegawai KPK baru tahu ada pihak-pihak lain yang terlibat dalam tes tersebut.

"Karena nih ternyata kami baru tahu ada beberapa pihak itu yang ikut-ikut campur terkait sistem rekrutmen ini, ada BAIS, BIN, BNPT, ada BNN dan lain-lain. Kenapa saya bilang perselingkuhan? Mestinya surat formal itu 100 persen dipertanggungjawabkan pindah dari KPK ke BKN, mereka saling melempar tangan. Saya khawatir ini mirip kegiatan intelijen," ucapnya.

Selain itu, Sujanarko juga mempertanyakan soal siapa pihak yang membuat soal dalam tes tersebut. Sebab, BKN mengaku tidak tahu begitu juga KemenPAN-RB. Selain itu, KPK juga melalui Firli Bahuri dalam konferensi pers pada 5 Mei 2021, menyatakan tidak terlibat dalam pembuatan soal.

"Saya ragu jangan-jangan TWK bukan untuk kepentingan KPK tapi untuk lain, ini ya pelemahan KPK, " ujarnya.

Ketua KPK Firli Bahuri sebelumnya dengan tegas membantah adanya upaya untuk menyingkirkan orang-orang tertentu di lembaganya lewat TWK. Menurutnya, ia tak memiliki kepentingan untuk melakukan hal tersebut.

"Apa kepentingan saya membuat list orang (yang disingkirkan)," tegas Firli dengan nada tinggi di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (3/6).

Menurutnya, pegawai KPK yang tak lolos TWK dikarenakan orang tersebut. Tak ada kaitannya dengan dirinya atau pimpinan KPK lain yang berusaha menyingkirkan orang-orang tertentu.

"Seluruh pimpinan KPK, pegawai KPK memiliki hak yang sama untuk ikuti tes seleksi wawasan kebangsaan. Hasilnya seperti itu, oke," ujar Firli.

KPK, tegas Firli, tak akan ompong dengan tidak hadirnya orang-orang yang tak lolos TWK. Sebab, mekanisme kerja lembaga antirasuah itu tidak tergantung pada orang-orang tertentu.

"Sehingga siapapun yang ada di KPK sama semangatnya, sama komitmennya untuk melakukan pemberantasan korupsi. Dan sama, hari ini saya yakin kita masih punya semangat itu," ujar Firli.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement