REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menilai, peningkatan anggaran alat utama sistem persenjataan (alutsista) hingga Rp 1,7 kuadratriliun berlebihan dan keluar dari skema minimum essential force (MEF). Selain itu, koalisi juga melihat hal tersebut kental akan dimensi politis menjelang pemilihan umum (Pemliu) 2024.
"Koalisi menilai, peningkatan anggaran alutsista yang berlebihan serta keluar dari skema MEF ini adalah berlebihan, tidak beralasan, dan sangat kental dimensi politisnya," ujar salah satu perwakilan koalisi dari Centra Initiative, Al Araf, lewat keterangan pers, Jumat (4/6).
Dia mengatakan, peningkatan anggaran di sektor pertahanan tersebut patut dicurigai tak terlepas dari kepentingan politik kontestasi pemenangan Pemilu 2024. Menurut dia, dalam kepentingan politik tersebut membutuhkan biaya politik.
"Patut dicurigai bahwa peningkatan anggaran sektor pertahanan ini tidak terlepas dari kepentingan politik kontestasi pemenangan Pemilu 2024 yang membutuhkan biaya politik," kata dia.
Menurut Al Araf, masalah modernisasi alutsista Indonesia selama ini tidak selalu terkait dengan besarnya anggaran. Dia menjelaskan, jika mengacu pada skema MEF, Kementerian Pertahanan (Kemhan) sebenarnya sudah memiliki skema anggaran sendiri dalam hal modernisasi alutsista.
"Hal pokok yang paling bermasalah dalam modernisasi alutsista adalah masalah transparansi dan akuntabilitas dalam penganggaran di sektor pertahanan, yang seringkali berdampak pada terjadinya skandal korupsi dalam pengadaan alutsista," kata dia.