Kamis 03 Jun 2021 19:12 WIB

ITAGI Pastikan Kematian 2 Tahun Pascavaksin Hoaks

Saat ini bahkan belum ada penelitian tentang vaksin sudah berjalan 2 tahun.

Vaksinator menyuntikkan vaksin di Gor Ona, Lebak, Banten, Kamis (3/6/2021). Pemerintah Kabupaten Lebak menggelar vaksinasi COVID-19 secara massal dengan menyasar warga lanjut usia (lansia), pelayan publik, guru PNS/non PNS, dan guru swasta.
Foto: ANTARA/Muhammad Bagus Khoirunas
Vaksinator menyuntikkan vaksin di Gor Ona, Lebak, Banten, Kamis (3/6/2021). Pemerintah Kabupaten Lebak menggelar vaksinasi COVID-19 secara massal dengan menyasar warga lanjut usia (lansia), pelayan publik, guru PNS/non PNS, dan guru swasta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerhati imunisasi dari Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), Julitasari Sundoro, menepis informasi palsu terkait risiko kematian penerima vaksin Covid-19. Yaitu aan meninggal pada dua tahun usai menerima suntikan.

"Sekarang penelitian di dunia itu belum sampai dua tahun. Jadi kita tidak tahu yang menyebabkan akan meninggal dua tahun itu hanya Tuhan yang tahu," katanya dalam Dialog Produktif Kabar Kamis Siang bertajuk "Hindari Hoax Seputar Vaksinasi" yang dipantau di Jakarta, Kamis (3/6).

Baca Juga

Julitasari mengatakan tujuan memberikan vaksin supaya terbentuk imunitas pada tubuh seseorang, sebagai proteksi terhadap penyakit Covid-19. Harapannya, kata Julitasari, akan timbul antibodi pada tubuh seseorang yang menerima vaksin untuk melawan SARS-CoV-2 penyebab Covid-19.

"Meskipun kita tidak tahu 100 persen (kemanjuran), tetap harus memakai protokol kesehatan," katanya.

Pada akhir Mei 2021 beredar pesan berantai di media sosial WhatsApp dengan narasi bahwa seseorang yang menerima suntikan vaksin Covid-19 akan meninggal pada dua tahun kemudian. Dalam pesan itu juga tercantum salah satu nama mantan peneliti vaksin Pfizer yang menyatakan selepas suntikan vaksin pertama terdapat sejumlah 0,8 persen akan mati dalam masa dua pekan.

"Mereka akan mampu bertahan hidup sekitar dua tahun, namun kemampuan tersebut dikurangi dengan penambahan top-up suntikan vaksin sebab menyebabkan kemerosotan fungsi organ tertentu dalam badan manusia, termasuk jantung, paru-paru dan otak," demikian salah satu poin dari isi pesan tersebut.

Perempuan yang menjabat sebagai sekretaris ITAGI itu memastikan bahwa pesan tersebut merupakan kabar bohong. Sebab penelitian vaksin di dunia hingga saat ini belum ada yang tuntas 100 persen.

"Semua vaksin akan diuji dalam waktu 2 bulan setelah vaksinasi lengkap, 6 bulan, 1 tahun, jadi belum sampai 2 tahun itu masih lama, yang 12 bulan saja belum selesai," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement