REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febrianto Adi Saputro, Silvy Diah Setiawan
Partai Amanat Nasional (PAN) kembali menegaskan sikap PAN yang tidak tertarik gabung dalam poros Islam. Melalui Sekretaris Jenderal (Sekjen) PAN Eddy Suparno, PAN kini mengedepankan politik Islam substansial.
"Yang ingin kita kedepankan bukan politik Islam dalam bentuk politik gincu, simbol-simbol, umbul-umbul dan lain-lain, tidak. Substansi. Apa substansi itu ya itu bagaimana kita memiliki program untuk mensejahterakan masyarakat, mengurangi kesenjangan," kata Eddy dalam diskusi yang digelar Para Syndicate secara daring, Jumat (28/5).
Melalui politik Islam substansial, Eddy mengatakan, PAN ingin menjadi partai yang hadir di tengah-tengah masyarakat untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan masyarakat. PAN juga ingin mengedepankan politik kemajemukan, dan politik yang merangkul seluruh elemen.
"Jadi itu yang ingin kita kedepankan, betul-betul substance, betul-betul hal yang real yang bisa dilihat bukan hanya sekedar simbol-simbol belaka," ujarnya.
Menurut Eddy, wacana poros Islam hanya akan menghasilkan pembelahan di masyarakat. Selain itu politik identitas juga dinilai hanya menghasilkan dampak negatif dan mudharat.
"Kalau kita melakukan itu (ikut poros Islam) artinya kita tidak belajar dari pengalaman kita tahun 2019 lalu, Ini menurut saya sudah merupakan posisi yang firm dari PAN," ungkapnya.
Sekjen PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto mengatakan bahwa kesamaan ideologi menjadi salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam membangun koalisi. Salah satu partai yang dinilai PDIP cocok untuk diajak kerja sama politik yaitu Partai Amanat Nasional (PAN).
"Kami sama Partai Amanat Nasional sangat cocok untuk membangun kerja sama, terlebih setelah saya mendapat bisikan dari teman-teman PAN pasca-Pak Amien Rais tidak tidak ada di PAN, wah itu makin mudah lagi untuk membangun kerja sama politik," kata Hasto dalam diskusi yang sama.
Hasto mengatakan bahwa PDIP juga merasa cocok dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Menurutnya kesamaan nasib di era Orde Baru menjadi alasan kecocokan antarkeduanya.
"Terbukti ketika Bu Mega dijodohkan oleh MPR dengan Pak Hamzah Haz bisa bersahabat dengan baik," ujarnya.
Adapun terhadap Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Hasto mengakui, secara ideologi PDIP berbeda dengan PKS.
"Sehingga sangat sulit untuk melakukan koalisi dengan PKS. Itu saya tegaskan sejak awal," kata Hasto.
Begitu juga dengan Partai Demokrat. Hasto mengatakan PDIP dan Partai Demokrat memiliki DNA yang berbeda.
"(Mereka) partai elektoral, kami adalah partai ideologi tapi juga bertumpu pada kekuatan massa. Sehingga kami tegaskan dari DNA-nya kami berbeda dengan Partai Demokrat. Ini tegas-tegas aja, supaya tidak ada juru nikah yang ingin mempertemukan tersebut. Karena beda karakternya, naturenya," jelasnya.
Seperti diketahui, mantan Ketua MPR, Amien Rais yang juga pendiri PAN pada 29 April 2021 mendeklarasikan Partai Ummat. Deklarasi dilakukan secara virtual melalui kanal Youtube Amien Rais Official pukul 13.00 WIB.
"Atas nama para pendiri, para pimpinan, para kader dan anggota Partai Ummat pada tanggal 17 Ramadhan 1442 Hijriyah bertepatan dengan 29 April 2021 Masehi, bismillahirrahmanirrahim saya deklarasikan kelahiran Partai Ummat di persada bumi pertiwi Indonesia yang kita cintai bersama," kata Amien Rais yang merupakan Ketua Majelis Syuro Partai Ummat tersebut, Kamis (29/4).
Jabatan Ketua Umum Partai Ummat dipegang oleh Ridho Rahmadi, yang juga merupakan menantu dari Amien Rais. Ridho mengatakan, pihaknya fokus pada dua program yang akan dijalankan.
Pertama, terkait terminologi investasi politik dengan merangkul generasi muda untuk ikut terjun dalam perpolitikan Indonesia.
"Saya yakin masuknya generasi muda ini akan menjadi model pembangunan yang Insya Allah cepat bergegas dan akan tuntas," kata Ridho kepada Republika melalui sambungan telepon, Kamis (29/4) malam.
Ia menilai, masuknya generasi muda ke dalam perpolitikan Indonesia masih sangat sedikit. Sehingga, pihaknya memiliki program kerja untuk merangkul generasi muda ke dalam dunia politik, baik itu di tingkat maupun tingkat nasional.
"Kita perlu energi dari anak muda seperti generasi millennial dan sebagian generasi Z," ujarnya.
Kedua, pihaknya juga akan fokus pada investasi di bidang informasi teknologi (IT) dan artificial intelligent (AI) atau kecerdasan buatan. Menurutnya, porsi penggunaan IT dan AI dalam politik Indonesia masih sedikit.
"IT memang sudah digunakan untuk meningkatkan perkembangan politik, namun saya lihat porsinya masih sedikit," jelasnya.
Pasalnya, IT dan AI sekadar hanya untuk transmisi informasi. Padahal, kata Ridho, IT dan AI ini dapat digunakan untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi, bahkan juga dapat dijadikan sebagai desain sistem pertahanan negara yang kuat.
"Saya yakin kalau kita mengemas dengan tepat, IT dan AI bisa dijadikan program jangka panjang untuk membangun karakter bangsa," tambahnya.
Adapun, isu poros Islam berembus usai pertemuan politik antara PPP dan PKS pertengahan April 2021 lalu. Saat itu, Sekjen PKS Aboe Bakar Alhabsyi mengatakan, poros Islam sangat mungkin terbentuk mengingat pilpres kurang lebih masih 2,5 tahun lagi.
Namun, Puspoll Indonesia dalam surveinya menghasilkan kesimpulan, pemahaman publik terhadap wacana poros Islam masih rendah.
"Wacana ini sudah bergulir tetapi satu bulan yang lalu saat survei kami lakukan baru hanya sekitar 14,8 persen mengatakan, masyarakat atau responden mengatakan ya pernah mendengar koalisi itu atau wacana koalisi poros Islam," kata Direktur Eksekutif Puspoll Indonesia Muslimin Tanja mengatakan, dalam pemaparan hasil surveinya, Ahad (23/5).
Muslimin menjelaskan, dari 14,8 responden yang mengetahui wacana tersebut, sekitar 46 persen di antaranya mengatakan yakin poros Islam bisa terwujud. Kemudian 43 persen lainnya mengatakan tidak yakin. Sebanyak 11 persen mengatakan tidak menjawab.