Rabu 26 May 2021 19:36 WIB

BW Duga Kolusi Antarlembaga demi Singkirkan 51 Pegawai KPK

BW menilai pimpinan KPK, BKN dan Kemenpan RB telah menentang atau menista presiden.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andri Saubani
Bambang Widjojanto
Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat
Bambang Widjojanto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bambang Widjojanto (BW) menduga adanya kolusi yang dilakukan pimpinan KPK dan Lembaga Tinggi Negara terkait legalisasi  hasil asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai KPK. Pernyataan ini menanggapi dipecatnya 51 Pegawai KPK yang tidak lolos asesmen TWK.

"Ketua KPK dan Pimpinan Lembaga Tinggi Negara lain yang mendukungnya patut diduga telah berkolusi untuk melakukan perbuatan melawan hukum dengan cara melegalisasi hasil TWK yang kontroversial dan tidak akuntabel tersebut," kata BW kepada Republika, Rabu (26/5).

Baca Juga

Untuk itu, lanjut BW, baik pimpinan KPK maupun Lembaga Tinggi Negara terkait dalam hal ini  Kepegawaian Negara (BKN) Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) harus dikualifikasi telah melakukan obstraction of justice karena dapat mengganggu dan menghalangi upaya pemberantasan korupsi. Ia memandang, tindakan pemecatan terhadap 51 pehawai memiliki indikasi kuat, bukan hanya menantang pernyataan Presiden tetapi juga menista Kepala Negara.

"Tindakan dimaksud secara faktual juga dapat dinilai sebagai perbuatan kriminal karena melawan perintah atasan dari penegak hukum (dari Presiden) sesuai Pasal 160 KUHP, " tegas BW.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan agar TWK tidak boleh serta-merta dijadikan dasar untuk memberhentikan pegawai KPK yang dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS). Dia mengatakan, KPK harus memiliki SDM terbaik dan berkomitmen tinggi dalam upaya pemberantasan korupsi.

Mantan wali kota Solo ini bahkan menyatakan, pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN harus menjadi bagian dari upaya untuk pemberantasan korupsi yang lebih sistematis. Jokowi berpendapat bahwa hasil TWK seharusnya menjadi masukan untuk langkah perbaikan KPK.

Sehingga, lanjut BW, tidak ada pilihan lain, Presiden sebagai pejabat tertinggi ASN harus mengambil tindakan karena mempunyai otoritas untuk mengambilalih persoalan TWK Pegawai KPK sesuai Pasal 3 ayat (7) PP 17 Tahun 2020 ttg Manajemen ASN. Ia berharap agar Presiden  mendelegitimasi atau membatalkan Keputusan ketua KPK yang di-backup para pembantunya tersebut.

"Jika Presiden tidak tegas mengambil upaya perlindungan hukum dan menyelesaikan secara tuntas problem di atas maka Presiden Jokowi dapat dituding menjadi bagian tak terpisahkan dari pihak-pihak yang menghancurkan  lembaga KPK dan menyingkirkan pegawai terbaik KPK serta melegalisasi TWK sebagai instrumen litsus yg nyata-nyata anti Pancasila, " tegas BW.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement