REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik Senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, menyebut masalah tes wawasan kebangsaan (TWK) ada di Ketua KPK, Firli Bahuri. Dia mengatakan, penyelesaian polemik yang terjadi sebenarnya juga tidak perlu dibawa hingga ke Kemenpan RB atau BKN.
"Saya katakan sekali lagi masalahnya itu bukan di lembaga mana-mana tapi ada di KPK, yaitu di Pak Firli Bahuri sendiri," kata Novel Baswedan di Jakarta, Senin (24/5).
Hal tersebut disampaikan Novel usai melaporkan pimpinan KPK ke Komnas HAM. Pelaporan disampaikan bersama dengan Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo, Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar-Komisi dan Instansi KPK Sujanarko, dan penyelidik utama KPK Harun al-Rasyid.
Mereka adalah perwakilan dari 75 pegawai KPK yang dinonaktifkan karena tak lulus TWK. Kedatangan puluhan pegawai itu didampingi advokat dari sejumlah lembaga bantuan hukum, seperti Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati, Direktur LBH Jakarta dan advokat LBH Muhammadiyah.
Novel mengatakan kalau TWK KPK sebenarnya bukan perkara rumit. Dia melanjutkan, TWK KPK bukan merupakan kepentingan BKN atau Kemenpan RB.
Dia menduga tes tersebut merupakan kepentingan Firli Bahuri yang memaksakan kehendak hingga diyakini ada penyelundupan norma dalam peraturan komisi agar TWK dapat terselenggara.
Dia melanjutkan, hal itu melihat dari amanat Undang-Undang dan diperkuat oleh PP yang menyebut bahwa peralihan status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak mensyaratkan adanya tes atau apapun.
"Tes sendiri itu masalahnya juga banyak dan kami sudah laporkan ke banyak tempat," katanya.
Dia kemudian menyinggung keberadaan Surat Keputusan (SK) nomor 652 tahun 2021 tentang Hasil Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan. Novel mengatakan, Presiden Joko Widodo telah memerintahkan agar TWK tidak bisa dijadikan dasar untuk memberhentikan pegawai KPK yang dinyatakan TMS.
Novel mengungkapkan bahwa SK tersebut hingga kini masih belum dicabut. Padahal, dia menegaskan kalau SK tersebut juga mengandung banyak masalah serupa dengan tes yang diadakan.
"Saya khawatir upaya-upaya yang tidak menaati perintah presiden adalah hal yang berbahaya dan tentu saya katakan ini bukan dalam konteks kebaikan dan kebenaran tapi dalam hal keburukan," katanya.
"Jadi saya tentunya berharap hal tersebut tidak diperpanjang, tidak dibuat permasalahan oleh Pak Firli sendiri yang justru atas hal itu menghambat kerja upaya pemberantasan korupsi," tambahnya.