Jumat 07 May 2021 19:50 WIB

Mobilitas di Wilayah Aglomerasi Hanya Kegiatan Esensial

Apapun bentuk mudik, baik lintas daerah atau dalam satu wilayah aglomerasi, dilarang

Rep: sapto andika candra/ Red: Hiru Muhammad
Warga berjalan di area parkiran bus yang kosong di Terminal Cicaheum, Kota Bandung, Jumat (7/5). Selama masa larangan mudik Lebaran pada 6-17 Mei 2021, pelayanan perjalanan bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) dan Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) di Terminal Cicaheum tidak beroperasi namun angkutan kota, Trans Metro Bandung dan Damri diizinkan beroperasi di wilayah aglomerasi Bandung Raya. Foto: Republika/Abdan Syakura
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Warga berjalan di area parkiran bus yang kosong di Terminal Cicaheum, Kota Bandung, Jumat (7/5). Selama masa larangan mudik Lebaran pada 6-17 Mei 2021, pelayanan perjalanan bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) dan Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) di Terminal Cicaheum tidak beroperasi namun angkutan kota, Trans Metro Bandung dan Damri diizinkan beroperasi di wilayah aglomerasi Bandung Raya. Foto: Republika/Abdan Syakura

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pemerintah menegaskan kebijakan peniadaan mudik, periode 6-17 Mei 2017, berlaku untuk semua wilayah, tak terkecuali kawasan aglomerasi. Satgas Penanganan Covid-19 menyampaikan  pergerakan kendaraan dan manusia yang diperbolehkan di dalam wilayah aglomerasi hanya untuk kegiatan esensial seperti transportasi umum, aktivitas harian pekerja, logistik, dan kesehatan. 

Pernyataan yang disampaikan satgas melalui siaran pers, Jumat (7/5) petang, ini merespons anggapan yang muncul di tengah masyarakat bahwa mudik hanya dilarang untuk jarak jauh saja. Sementara mudik di dalam wilayah aglomerasi masih diperbolehkan. Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menekankan  anggapan tersebut salah. 

"Aktivitas mudik tetap dilarang. Kegiatan yang berpotensi menimbulkan kerumunan harus dihindari. Kebijakan tetap yaitu peniadaan mudik. Tujuannya agar tidak terjadi peningkatan mobilitas yang memicu kerumunan," ujar Wiku dalam keterangannya.

Wiku pun menegaskan kembali bahwa kebijakan larangan mudik tidak berubah dan tetap mengacu pada SE Satgas nomor 13 tahun 2021 dan Permenhub nomor 13 tahun 2021. Dua beleid tersebut menekankan bahwa apapun bentuk mudik, baik lintas daerah atau dalam satu wilayah aglomerasi tetap dilarang. 

Sebagai bentuk alternatif dari kegiatan silaturahim dan diyakini tidak akan menghilangkan esensinya, pemerintah mengimbau masyarakat melakukan pertemuan secara virtual bersama sanak keluarga di kampung halaman. 

Sementara itu, Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati menambahkan bahwa larangan mudik di wilayah aglomerasi tidak akan mempengaruhi layanan transportasi umum esensial. Pemerintah menjamin tidak akan melakukan penyekatan di dalam wilayah aglomerasi. 

"Pemerintah tegas melarang mudik. Di wilayah aglomerasi pun mudik dilarang. Yang dibolehkan hanya aktivitas esensial, dan transportasi masih akan melayani masyarakat dengan pembatasan," kata Adita. 

Sebagai informasi, transportasi darat masih beroperasi terbatas di wilayah aglomerasi, yang terdiri dari Medan, Binjai, Deli Serdang, dan Karo (Mebidangro) di Sumatra Utara; Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek); Bandung Raya di Jawa Barat; Kendal, Demak, Ungaran, Salatiga, Semarang, dan Purwodadi (Kedungsepur) serta Solo Raya di Jawa Tengah; Jogja Raya; Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, dan Lamongan (Gerbangkertosusila) di Jawa Timur; serta Makassar, Sungguminasa (Gowa), Takalar, dan Maros (Maminasata) di Sulawesi Selatan. 

Sementara untuk layanan transportasi kereta api lokal di Jawa, kereta apil lokal perintis di Jawa, dan kereta api lokal di Sumatra tetap beroperasi secara terbatas pada masa peniadaan mudik 6-17 Mei 2021. 

Saat ini ada 30 provinsi di Indonesia yang masih menjalankan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) skala mikro. Sesuai Instruksi Menteri Dalam Negeri nomor 10 tahun 2021, fasilitas umum masih diizinkan beroperasi dengan kapasitas 50 persen. Sementara kegiatan seni, sosial, dan budaya diperbolehkan untuk digelar dengan kapasitas maksimal 25 persen. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement