Rabu 05 May 2021 11:17 WIB

Dewas KPK Tanggapi Putusan tak Bisa Terbitkan Izin Sadap

Dewas harap putusan MK bisa buat KPK bekerja lebih baik lagi.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Indira Rezkisari
Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean.
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) Tumpak Hatorangan Panggabean tak mempermasalahkan tidak diperlukannya izin Dewas bagi KPK untuk melakukan penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan. Hal tersebut menyusul putusan Mahkamah Konstitusi (MK) berkenaan dengan gugatan UU KPK.

"Tentunya, kami harus menghormati putusan MK yang sejak diucapkan telah mulai berlaku dan selanjutnya Dewas tidak menerbitkan izin sadap, geledah, dan sita lagi," kata Tumpak Hatorangan Panggabean di Jakarta, Rabu (5/5). Dia mengatakan, tugas lain dari Dewas tetap dilaksanakan secara efektif selain tiga kewenangan yang telah diputus MK tersebut. Dia berharap putusan yang dikeluarkan MK akan membuat lembaga antirasuah dapat bekerja lebih baik lagi ke depan.

Baca Juga

"Tentang apakah KPK akan menjadi lebih kuat dengan dicabutnya tugas Dewas memberikan izin tersebut, tentunya kita lihat dalam pelaksanaannya ke depan, harapannya tentu akan lebih baik," katanya.

Mengacu pada UU KPK Nomor 19 Tahun 2019, Dewas KPK memiliki enam tugas, yakni mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK, memberikan izin atau tidak memberikan izin penyadapan, penggeledahan dan/atau penyitaan, menyusun dan menetapkan kode etik pimpinan dan pegawai KPK. Dewas juga bertugas menerima dan menindaklanjuti laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan dan pegawai KPK atau pelanggaran ketentuan dalam Undang-Undang ini, menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan dan pegawai KPK. Tugas terakir Dewas melakukan evaluasi kinerja pimpinan dan pegawai KPK secara berkala satu kali dalam satu tahun.

Seperti diketahui, MK mengabulkan sebagian permohonan perkara nomor 70/PUU-XVII/2019 terhadap uji materi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK). Salah satunya, MK menyatakan Pasal 12B, Pasal 37B ayat 1 huruf b, dan Pasal 47 Ayat 2 UU 19/2019 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Putusan itu menghilangkan kewenangan Dewas dalam menerbitkan izin penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan bagi KPK. MK mempertimbangkan bahwa kedudukan Dewas tidak bersifat hierarkis dengan pimpinan KPK, tetapi saling bersinergi dalam menjalankan fungsi masing-masing.

Baca juga: Ideologi Pegawai KPK Diskrining, AI: Jadi Seperti Orde Baru

KPK dalam melaksanakan tugas dan kewenangan yudisial bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun, termasuk ketika KPK melakukan penyadapan sebagai bentuk perampasan kemerdekaan orang atau hak privasi yang merupakan bagian dari tindakan pro justitia.

Adanya ketentuan yang mengharuskan KPK untuk meminta izin kepada Dewas sebelum dilakukan penyadapan tidak dapat dikatakan sebagai pelaksanaan checks and balances. Sebab, pada dasarnya Dewan Pengawas bukanlah aparat penegak hukum sebagaimana kewenangan yang dimiliki pimpinan KPK.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement