Ahad 02 May 2021 15:44 WIB

Mensos Diminta Uraikan Adanya 21 Juta Data Ganda Bansos

Selama ini, pemberian bansos menggunakan dana APBN memakai 21 juta data ganda itu

Rep: Amri Amrullah/ Red: Andi Nur Aminah
Wakil Sekretaris Jenderal PAN, Saleh Partaonan Daulay
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Wakil Sekretaris Jenderal PAN, Saleh Partaonan Daulay

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak 21 juta data ganda dalam bantuan sosial (bansos) seperti yang disampaikan Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini harus diuraikan lebih jauh. Sebab selama ini, pemberian bansos yang menggunakan dana APBN dengan menyertakan 21 juta data ganda yang disampaikan Mensos Risma tersebut sudah berjalan. Karena itu harus dipertanggungjawabkan.

Ketua Fraksi PAN DPR RI, Saleh Partaonan Daulay mengatakan, apa yang disampaikan Mensos Risma merupakan bukti terbaru penyalahgunaan. Di mana yang disampaikan, tidak tanggung-tanggung terdapat 21 juta data ganda pada penerima bansos.

Baca Juga

"Ini tidak bisa didiamkan. Betul datanya sudah ditidurkan. Tetapi proses pendataan sehingga bisa salah seperti itu harus diperiksa. Apakah dalam pemberian bansos sebelumnya ke-21 juta data itu masih menerima? Lalu, kenapa dengan mudah dilaporkan dan ditidurkan? Siapa penanggung jawab pendataannya?," ujar Saleh kepada wartawan, Ahad (2/5).

Anggota DPR RI Daerah Pemilihan Sumut II menyebut di masa Mensos dijabat Khofifah Indar Parawansa sebetulnya sudah ada program satu pintu data kemiskinan tersebut. Data itu adalah data yang diolah Kemensos sekarang, yang kemudian saat ini dikenal dengan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

Karena itu, menurut dia, data kemiskinan yang dahulu diwacanakan satu pintu tersebut harusnya sudah diverifikasi sejak awal. Sedangkan saat ini muncul istilah DTKS. Ia kembali mempertanyakan apakah DTKS yang sekarang itu sudah divalidasi lagi atau tidak? Dan kenapa baru Mensos sekarang yang berani menyebut ada 21 juta data yang salah?

Karena itu, ia menegaskan problem kesalahan data ini tidak bisa begitu saja dibiarkan. Pasalnya, ada banyak konsekuensinya. Termasuk akan banyak yang mempertanyakan data yang dipakai dalam pemberian bantuan sosial yang berjalan saat ini.

Ia memberi contoh, misalnya, pemberian bantuan PKH hingga pendataan bagi KIS atau BPJS Kesehatan dari data PBI (Penerima Bantuan Iuran), dan program bantuan sosial lainnya. Dari semua program bantuan tersebut, ia menanyakan, data mana yang dipakai? Apakah ini tidak menjadi bagian dari kesalahan data tersebut?

"Menteri sosial harus memaparkan uraian data itu. Termasuk relevansinya dengan program lainnya. Konsekuensinya bisa juga menyangkut anggaran APBN kita. Kalau salah data, maka penggunaan dan pemanfaatan APBN pun pasti tidak akurat," katanya menegaskan.

Sebab Saleh mengindikasi ada ketidak beresan. Dimana ia sudah mengikuti soal pendataan sosial ini sejak 2017. "Mestinya semakin ke sini, pendataannya semakin bagus, kok ini malah makin tidak jelas," ujarnya.

Sedangkan, ia menilai, jumlah 21 juta data ganda yang dipaparkan Mensos Risma itu tidak sedikit. Memverifikasinya pasti tidak mudah. Apalagi, kalau data yang dimaksud itu disortir berdasarkan by name by address. Karena itu ia meminta Mensos dan pejabat di Kemensos harus mau memaparkan lebih detail jumlah data ganda tersebut dan mencari tahu dimana letak kesalahan pendataan sosial selama ini.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement