REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo menegaskan kepadatan yang terjadi di jalanan Ibu Kota saat Ramadhan ini akibat pergerakan masyarakat di satu waktu. Kepadatan di jalanan meningkat hingga dua persen dari sebelumnya.
"Kepadatan lalin (lalu lintas) saat April ini dibandingkan Maret 2021, ada lonjakan kecil 1-2 persen. Namun kepadatan Ramadhan ini, akibat masyarakat bergerak secara serentak, selain karena kapasitas maksimal transportasi 50 persen," kata Syafrin, Rabu (28/4).
Bergerak serentak tersebut, kata Syafrin, seperti ketika jam berangkat kantor para pekerja berada di dalam jangka waktu yang sama sehingga ada lonjakan volume arus di periode tertentu, yaitu pukul 07.00 WIB-08.00 WIB. Hal tersebut berbeda dibanding pada hari normal, saat pekerja berangkat kantor pada pukul 05.00 WIB sampai 07.00 WIB.
Jadi, terdapat rentang waktu yang cukup panjang untuk melakukan perjalanan. Tapi saat memasuki Ramadhan, rata-rata perkantoran mulai aktivitas pada pukul 08.00 WIB sehingga jam berangkat ke kantor hampir serupa.
Hal yang sama pun terjadi pada sore hari atau jam pulang perkantoran yaitu pukul 15.00 WIB. Jadi, volume kendaraan menjadi lebih padat daripada biasanya.
"Terlebih, banyak pekerja yang ingin menyempatkan diri berbuka puasa di rumah. Itulah yang menjadi penyebab lalu lintas menjadi padat dan di sini tentu ada antrean panjang. Bila disiplin, pergerakan kendaraannya akan lebih lancar," kata Syafrin.
Syafrin mengungkapkan tetap berupaya mengurai kepadatan lalu lintas. "Untuk menyiasati hal tersebut kami bersama rekan-rekan kepolisian tentu melakukan pengaturan dan juga terus mengarahkan agar pengemudi pengguna jalan disiplin dan tertib berlalu lintas," ucap dia.
Meski terjadi kepadatan, Syafrin juga menyebut belum memberlakukan sistem pembatasan kendaraan berpelat ganjil-genap karena Pemprov DKI masih harus memantau kondisi volume kendaraan di ruas-ruas jalan Ibu Kota. "Ganjil genap belum dioperasikan tapi kami terus lakukan pemantauan," kata Syafrin.
Jika nantinya diberlakukan dan terjadi peralihan kendaraan pribadi ke angkutan umum, maka dikhawatirkan armada tak tercukupi sehingga berakibat pada menumpuknya pengguna di halte maupun stasiun. "Kita pahami pemerintah sedang berupaya segera keluar pandemi Covid-19, di sisi lain angkutan umum kita batasi penumpang hanya 50 persen, jadi kita pantau dulu ke depan seperti apa," ucapnya.