Sabtu 24 Apr 2021 02:47 WIB

Menurut MAKI, Azis Syamsuddin Bisa Terjerat Dua Pasal Ini

Namun, MAKI meminta KPK tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah terhadap Azis.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andri Saubani
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Azis Syamsuddin
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Azis Syamsuddin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut dugaan ketelibatan Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di Pemerintah Kota Tanjungbalai. Nama politikus Golkar itu terseret dalam kasus suap senilai Rp 1,3 miliar kepada penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju (SRP) dari Wali Kota Tanjungbalai Muhammad Syahrial (MS).

Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan, Azis bisa dijerat dengan Pasal 21 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) tentang menghalang-halangi penyidikan KPK. Atau dengan Pasal 15 melakukan pemufakatan jahat agar perkara rasuah di Kota Tanjungbalai tidak ditindaklanjuti.

Baca Juga

"Tantangan bagi KPK untuk membuktikan (keterlibatan Aziz Syamsuddin). Sehingga bisa dikenakan Pasal 21 maupun Pasal 15," kata Boyamin dikonfirmasi, Jumat (23/4).

Saat ini, lanjut Boyamin, menjadi pekerjaan rumah KPK untuk membuktikan keterlibatan Azis Syamsuddin dalam perkara yang menjerat penyidik komisi antirasuah tersebut. Boyamin menyebut, jika Azis dijerat dengan Pasal 21 menghalangi penegakan hukum obstruction of justice maupun Pasal 15 tentang pemufakatan jahat, KPK harus bisa mengkonstruksikan dugaan keterlibatan Wakil Ketua DPR RI itu.

"Prinsipnya ini kalau dari sisi maksimalnya begitu, bentuknya harus dikonstruksikan bahwa pertemuan itu diinisiasi Azis Syamsuddin. Terus kemudian juga ada permintaan kepada SR untuk membantu MS," tutur Boyamin.

"Jadi prosesnya sampai tahapan tertentu bahkan juga masih melakukan monitoring dan proses pembicaraannya dan terakhir sampai mengetahui deal-nya berkaitan uangnya itu. Jadi harus sampai ke sana," tambahnya.

Namun, lanjut Boyamin, KPK juga harus mengedepankan asas praduga tidak bersalah. Menurut Boyamin, bisa saja Azis tidak mengetahui pertemuan itu. Terlebih, sampai saat ini Azis Syamsuddin belum juga membuka suara terkait namanya yang disebut-sebut memfasilitasi pertemuan penyidik Stepanus dengan Wali Kota Tanjungbalai Syahrial.

"Asas praduga tidak bersalah itu masih dugaan-dugaan. Bisa saja tidak tahu apa-apa dan tidak ngerti prosesnya, kebetulan yang dipakai rumahnya atau SR kenal ajudan Azis Syamsuddin melakukan pertemuan disitu, tanpa sepengetahuan Aziz," kata Boyamin.

KPK telah menetapkan penyidiknya dari unsur Polri, Stepanus Robin Pattuju sebagai tersangka penerima suap. Stepanus diduga telah menerima suap dengan nilai total sekira Rp1,3 miliar dari M Syahrial.

Stepanus dan Maskur dijadikan tersangka penerima suap dari M Syahrial berkaitan dengan pengurusan perkara di KPK. Suap diberikan kepada Stepanus dengan tujuan agar kasus dugaan korupsi di Pemerintahan Kota Tanjungbalai yang tengah diusut KPK tidak dilanjutkan.

Awalnya, M Syahrial sepakat menyiapkan dana Rp 1,5 miliar untuk Stepanus dan Maskur agar bisa menghentikan penyelidikan dugaan suap jual-beli jabatan tersebut. Kesepakatan itu terjadi di rumah dinas Wakil Ketua DPR asal Golkar Azis Syamsuddin.

Namun, dari kesepakatan awal Rp 1,5 miliar, Stepanus dan Maskur baru menerima uang suap total Rp 1,3 miliar. Uang itu ditransfer M Syahrial ke rekening bank milik seorang wanita, Riefka Amalia.

Selain suap dari M Syahrial, Stepanus diduga juga telah menerima uang atau gratifikasi dari pihak lain sejak Oktober 2020 sampai April 2021 sebesar Rp 438 juta. Gratifikasi sebesar Rp 438 juga itu ditampung melalui rekening Riefka Amalia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement