REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi IX DPR Emanuel Melkiades Laka Lena menilai, langkah pemerintah tepat dalam menyelesaikan polemik vaksin Nusantara. Pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhajir Effendy dinilai sudah mengambil langkah untuk memberikan solusi terbaik.
"Atas inisiatif yang sudah dilakukan mampu dan bisa untuk mencari jalan keluar, serta solusi terbaik dalam penyelesaian untuk tetap kita mendorong agar vaksin Nusantara," ujar Melki lewat pesan suaranya yang diterima Republika, Selasa (20/4).
Kesepakatan bersama antara Menteri Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dan Kantor Staf Angkatan Darat (KSAD) dinilai sebuah langkah maju. Menurutnya, itu bisa dikatakan sebagai langkah agar penelitian dapat dilanjutkan.
"Langkah yang baik untuk kita bisa melanjutkan penelitian sel dendritik yang kemarin dikenal dengan vaksin Nusantara ini agar tetap dilanjutkan dan bisa menjadi salah satu kemungkinan penyelesaian pandemi Covid-19," ujar Melki.
Jika penelitian dilanjutkan dan hasilnya berhasil, Ia berharap vaksin Nusantara dapat menjadi alat dalam penanganan pandemi Covid-19. Apalagi, vaksin yang diprakarsai oleh mantan menteri kesehatan Terawan Agus Putranto itu merupakan buatan peneliti dalam negeri.
"Sebagaimana yang sudah disampaikan kepada masyarakat, benar-benar bisa membantu bangsa ini mendapatkan vaksin ataupun mendapatkan pengobatan penanganan pandemi di tanah air," ujar politikus Partai Golkar itu.
Sebelumnya, Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI Andika Perkasa, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin, dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito menandatangani nota kesepahaman (MoU) penelitian Berbasis Pelayanan Menggunakan Sel Dendritik untuk Meningkatkan Imunitas terhadap virus SARS-CoV-2. Penandatanganan yang disaksikan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI Muhajir Effendy itu berlangsung di Mabesad, Jakarta, Senin (19/4).
Siaran pers dari Dinas Penerangan TNI AD (Dispenad) menyebutkan, penelitian yang akan dilakukan di RSPAD Gatot Soebroto ini selain memedomani kaidah penelitian sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan, juga bersifat autologus yang hanya dipergunakan untuk diri pasien sendiri. Dengan demikian, tidak dapat dikomersialkan dan tidak diperlukan persetujuan izin edar.
Penelitian ini bukan merupakan kelanjutan dari uji klinis adaptif fase 1 vaksin yang berasal dari sel rendritik Autolog yang sebelumnya diinkubasi dengan spike protein SARS-CoV-2 pada subjek yang tidak terinfeksi Covid-19 dan tidak terdapat antibodi anti SARS-CoV-2.
"Karena uji klinis fase 1 yang sering disebut berbagai kalangan sebagai program vaksin Nusantara ini masih harus merespons beberapa temuan BPOM yang bersifat critical dan major," sebut siaran pers itu.