Selasa 20 Apr 2021 01:48 WIB

MoU Diteken, Vaksin Nusantara Jadi Pelayanan Sel Dendritik

Pelayanan sel dendritik tidak bersifat komersial sehingga tak perlu izin edar BPOM.

Kapuspen TNI Mayjen TNI Achmad Riad (tengah) didampingi Kapuskes TNI Mayjen TNI Tugas Ratmono (kanan) dan Wakil Kepala RSPAD Gatot Subroto Mayjen TNI dr Lukman Maruf (kiri) memberikan pernyataan dalam konferensi pers terkait Vaksin Nusantara, di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Senin (19/4/2021). Kapuspen TNI menegaskan bahwa vaksin Nusantara bukan program dari TNI, namun TNI terus mendukung setiap pengembangan vaksin Covid-19 yang memenuhi tiga kriteria dan persyaratan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), yakni keamanan, efikasi, dan kelayakan.
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Kapuspen TNI Mayjen TNI Achmad Riad (tengah) didampingi Kapuskes TNI Mayjen TNI Tugas Ratmono (kanan) dan Wakil Kepala RSPAD Gatot Subroto Mayjen TNI dr Lukman Maruf (kiri) memberikan pernyataan dalam konferensi pers terkait Vaksin Nusantara, di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Senin (19/4/2021). Kapuspen TNI menegaskan bahwa vaksin Nusantara bukan program dari TNI, namun TNI terus mendukung setiap pengembangan vaksin Covid-19 yang memenuhi tiga kriteria dan persyaratan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), yakni keamanan, efikasi, dan kelayakan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI Andika Perkasa, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin, dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito menandatangani nota kesepahaman (MoU) penelitian Berbasis Pelayanan Menggunakan Sel Dendritik untuk Meningkatkan Imunitas terhadap virus SARS-CoV-2. Penandatanganan yang disaksikan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI Muhajir Effendy itu berlangsung di Mabesad, Jakarta, Senin (19/4).

Siaran pers dari Dinas Penerangan TNI AD (Dispenad) menyebutkan, penelitian yang akan dilakukan di RSPAD Gatot Soebroto ini selain memedomani kaidah penelitian sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan, juga bersifat autologus yang hanya dipergunakan untuk diri pasien sendiri. Dengan demikian, tidak dapat dikomersialkan dan tidak diperlukan persetujuan izin edar.

Baca Juga

Penelitian ini bukan merupakan kelanjutan dari uji klinis adaptif fase 1 vaksin yang berasal dari sel rendritik Autolog yang sebelumnya diinkubasi dengan spike protein SARS-CoV-2 pada subjek yang tidak terinfeksi Covid-19 dan tidak terdapat antibodi anti SARS-CoV-2.

"Karena uji klinis fase 1 yang sering disebut berbagai kalangan sebagai program vaksin Nusantara ini masih harus merespons beberapa temuan BPOM yang bersifat  critical dan major," sebut siaran pers itu.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement