Selasa 13 Apr 2021 17:48 WIB

Pengawasan dan Penegakan Hukum, Aspek Terpenting RUU Minol

DPR harus bisa bersikap bijak saat membahas RUU Minol.

Petugas berwenang memecahkan botol berisi minuman alkohol ilegal saat pemusnahan barang milik negara. DPR akan segera kembali membahas RUU Larangan Minumal Beralkohol atau RUU Minol.
Foto:

Ketua DPP PKB, Daniel Johan, mengingatkan agar RUU Minol dibahas secara bijak. Ia mengingatkan RUU Larangan Minol akan bersinggungan dengan sebagian tradisi masyarakat Indonesia.

Daniel menyampaikan meskipun regulasi dibuat dengan tujuan baik, namun perlu melalui kajian menalam terhadap semua aspek kehidupan bermasyarakat. Ia meminta Panita Kerja RUU Larangan Minol menjawab apakah aturan tersebut sesuai dengan kebutuhan hukum masyarakat dan bagaimana hak-hak masyarakat adat.

"RUU ini pasti akan bersinggungan dengan berbagai macam tradisi yang ada di masyarakat yang sudah ada jauh sebelum Indonesia merdeka, mereka memproduksi minuman beralkohol untuk kebutuhan upacara-upacara adat, ada juga yang untuk kebutuhan sendiri mereka. Perlu juga kita lihat itu semua secara utuh," kata Daniel kepada Republika.

Daniel menyampaikan perlu ada batasan-batasan yang harus diatur terkait mana yang harus dilarang dan mana yang tidak perlu dilarang. Ia tak ingin aturan ini menyamaratakan masyarakat karena akan berdampak terhadap mereka yang sudah biasa memproduksi minuman-minuman secara tradisional.

"Jangan hanya dilihat dari sisi buruknya tapi dari sisi manfaatnya juga perlu dilihat," ujar Daniel.

Daniel mendapati dalam RUU ini terdapat larangan menyimpan dan memproduksi minuman beralkohol. Padahal menurutnya, di kalangan masyarakat Indonesia banyak yang memproduksi untuk kepentingan upacara adat atau untuk kepentingan sendiri.

"Jangan sampai RUU ini ke depan malah mengkriminalisasi mereka," ucap Daniel.

Pakar Hukum Pidana dari Universitas Indonesia (UI), Gandjar Laksmana Bonaprapta, namun menilai pembahasan RUU Minol tidak begitu penting dituntaskan saat ini. Menurutnya, masih ada RUU lain yang dianggap lebih penting untuk diselesaikan ketimbangkan RUU Minol.

"Pengaturannya minol penting/perlu, tapi saya pribadi tidak melihat urgensi masuk prolegnas dibanding misalnya RUU Perampasan Aset dan RUU Pembatasan Transaksi Tunai," kata Gandjar kepada Republika.

Gandjar menilai RUU Perampasan Aset dan RUU Pembatasan Transaksi Tunai lebih penting karena akan berdampak pada pemberantasan korupsi. Namun ia menyayangkan kedua RUU itu tertunda dibahas.

"Karena mestinya satu paket dengan UU Anti Korupsi dan UU Anti Pencucian Uang. Tapi kan tidak disukai politisi (dua RUU itu)," lanjut Gandjar.

Gandjar menyampaikan memang ada urgensi untuk mengurai faktor penyebab kejahatan. Apalagi minol diakui bisa memicu kejahatan. "Tapi tidak setiap kejahatan dipicu oleh minuman beralkohol," ujar Gandjar.

Gandjar justru menilai jauh lebih banyak kejahatan terjadi tidak di bawah pengaruh minol. Sehingga ia merasa tidak tepat kalau kehadiran RUU Larangan Minol akan menurunkan angka kejahatan secara signifikan.

"Jadi kalau tujuannya untuk mencegah kejahatan, apalagi dianggap sebagai penyebab, menurut saya tidak ada korelasi yang signifikan," ucap Gandjar.

Kriminolog dari Universitas Indonesia, Adrianus Meliala, namun menilai tidak tepat anggapan yang menyebut minol sebagai penyebab aksi kejahatan. Ia memandang kejahatan timbul karena ulah manusianya.

"Kesalahan ada pada oknum peminumnya bukan pada alkoholnya," kata Adrianus. Ia mengingatkan supaya pembuatan legislasi terkait minol berpatokan pada KUHP. Dalam KUHP disebutkan bahwa pelaku kejahatan mengonsumsi minol secara sadar.

"Yang menjadi target adalah perbuatan mabuk di muka umum dan melakukan hal-hal yang merugikan orang lain. Alkoholnya nggak bisa disalahkan dong, mengingat si pelaku meminum dengan sadar kok," ujar mantan anggota Ombudsman RI itu.

Di sisi lain, Adrianus mengusulkan perubahan nama RUU Larangan Minol agar dapat diterima semua pihak. Menurutnya, RUU tersebut berpotensi menjustifikasi peminum alkohol sebagai biang kejahatan.

"Sebaiknya attitude-nya lebih positif dan rasional. Maka, nama RUU tersebut sebaiknya adalah RUU Pengaturan Minuman Beralkohol," ucap Adrianus.

Adrianus berargumen bahwa minol sebenarnya sudah menjadi bagian dari budaya di sebagian wilayah Indonesia. Sehingga ia meminta parlemen mempertimbangkan keragaman budaya di Tanah Air.

"Apalagi di 4 provinsi minol memiliki jejak budaya. Maka kita perlu sensitif dan perlu mengakomodir kebervariasian kita," pungkas Adrianus.

photo
Karikatur RUU Minol - (republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement