REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penggagas Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat Hencky Luntungan mengatakan langkah mantan ketua umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mendaftarkan hak kekayaan intelektual (HAKI) Partai Demokrat atas nama pribadi sebagai tindakan yang naif atau tidak masuk akal. Sebab, Partai Demokrat bukan hanya milik SBY.
"Saya bingung mau menyampaikan apakah itu perampokan, kebohongan publik, penipuan, saya nggak ngerti saya harus menyampaikan apa, yang pasti kami akan menggugat bahwa ini adalah kebohongan publik dengan perbuatan yang sungguh-sungguh memalsukan akte pendirian partai politik," kata Hencky dalam diskusi daring, Ahad (11/4).
Hencky menjelaskan, dia bersama 98 tokoh mendirikan Partai Demokrat, sedangkan SBY hanya mengaku-ngaku sebagai pendiri Partai Demokrat. "Masih ada dunia begini ada orang seperti itu? Malu, malu. Sudah tua nggak ada malu-malunya," kata ujar Hencky.
Ia menegaskan SBY bukan pendiri dan bukan sosok yang membuat lambang Partai Demokrat. Karena itu, ia menantang SBY untuk menunjukan satu bukti legal bahwa SBY merupakan pendiri partai.
"Partai itu sudah didaftarkan pada 2007 pada bulan Oktober, itu atas nama partai yang menandatangani adalah ketua umum dan sekjen, kok ini yang menandatangani SBY? emang siapa dia? dia bukan pendiri kok," ungkapnya.
Ia meminta kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) untuk berhenti menyampaikan kebohongan. Jika diteruskan, ia khawatir kedepan Partai Demokrat hanya menjadi partai pembohong.
"Nggak usahlah bohong-bohong gitu, saya pelaku lho, itu yang saya jelaskan agar kiranya seluruh konstituen dan bangsa Indonesia memahami itu bahwa beliau (SBY) ini, aduh,raja dewanya pembohong," tuturnya.
"Kalau dia (SBY) udah bohong, anaknya bohong, semua bohong, jadilah partai ini partai pembohong. Itu lah sehingga dasar itu yang harus kita lakukan KLB," imbuhnya.
Sebelumnya, Hengky mengaku memiliki bukti SBY berupaya mendaftarkan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) Demokrat atas nama pribadinya. Ia menyebut pendaftaran dilakukan SBY pada 19 Maret 2021. Namun, pemerintah belum mengeluarkan pengesahan atas permintaan SBY.