Kamis 08 Apr 2021 21:53 WIB

Kesetaraan Gender Dinilai Bisa Terwujud Via Perubahan Norma

Norma lama dianggap berpotensi menghambat kesetaraan gender.

Wanita sukses (ilustrasi)
Foto: Www.freepik.com
Wanita sukses (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Penyelenggaraan Women Lead Forum 2021 memasuki hari kedua dan telah berlangsung dengan menyuarakan pentingnya menempatkan perempuan di posisi kepemimpinan untuk mendorong kesetaraan gender di tempat kerja. Selain itu, para pemimpin media yang hadir juga menekankan pentingnya literasi gender di media untuk mengubah norma yang masih patriarkal dan menghambat perempuan.

Dalam forum yang diselenggarakan oleh Magdalene.co dengan dukungan penuh dari Investing in Women itu, juga mengumumlan ketiga pemenang kompetisi video Instagram #KantorDukungPerempuan, serta pemenang pilihan pembaca. 

Head of Human Resource Unit UNDP Indonesia Astiti Sukatrilaksana mengatakan, perusahaan perlu merekrut para pemimpin yang memiliki keberpihakan kepada kelompok marginal atau rentan seperti perempuan. 

“Pemimpin seperti itu dapat membangun lingkungan kerja yang saling menghormati antara rekan kerja yang memiliki gender yang berbeda, posisi/level, usia yang berbeda guna mengatasi ketidaksetaraan gender,” ujarnya dalam panel Mendukung Kepemimpinan Perempuan: Kebijakan dan Perubahan Norma, Kamis (8/4).

photo
Kegiatan virtual Women Lead Forum 2021 - (Dok. Web)

UNDP Indonesia, pada tahun 2020, menerima Gold Gender Equality Seal Certification, sebuah penghargaan dan pengakuan dari dunia usaha serta organisasi multilateral yang menyatakan bahwa program dan mesin penjalan UNDP di Indonesia telah mempromosikan kesetaraan gender.  

Terkait dengan perubahan norma, Executive Director Indonesia Business Coalition for Women Empowerment (IBCWE), Maya Juwita mengatakan, meskipun sudah ada kebijakan pengarusutamaan gender, tapi masih ada aturan-aturan yang berlawanan dan berpotensi menghambat pencapaian kesetaraan gender.

“Sebenarnya sudah bagus bagaimana Presiden Joko Widodo sendiri beberapa tahun lalu ditunjuk oleh PBB sebagai duta He for She untuk kesetaraan gender. Namun, jangan sampai ada kebijakan-kebijakan yang berkonflik, misalnya RUU Ketahanan Keluarga, yang menginginkan agar perempuan kembali ke ranah domestik,” ujarnya.

Usman Kansong selaku Direktur Pemberitaan Media Group, mengakui, literasi gender para pemimpin perusahaan media tergolong masih rendah, bahkan di kalangan pemimpin perempuan. Hal ini berpengaruh kepada perspektif dan hasil pemberitaan di media, yang masih mencerminkan budaya yang patriarkal.

Selain itu, menurut Usman, lembaga-lembaga pengawas media seperti Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) belum berfungsi secara optimal dalam konteks perspektif gender. 

“Alih-alih mengadvokasi isu-isu gender, dua lembaga ini lebih banyak melarang. Misalnya KPI jadi mengatur hal-hal berbau agama, misalnya olahraga loncat indah (tubuh atletnya) di-blur. Perempuan yang pasti pakai baju renang, masa disensor?” ujarnya.

Pemimpin Redaksi Magdalene(dot)co, Devi Asmarani mengatakan, selain pengarusutamaan  perspektif gender di media, konsumen media perlu diberdayakan agar lebih kritis dan mengetahui kekuatan mereka untuk mendorong media lebih baik.

“Konsumen media harus mengetahui bahwa mereka layak mendapatkan yang lebih baik dan mengonsumsi media yang tidak mengekslusi kelompok lain, atau gender tertentu. Konsumen harus lebih banyak menuntut media untuk berubah,” ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement