REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum pidana Suparji Ahmad mengapreasiasi pencabutan surat telegram nomor ST/750/IV/HUM.3.4.5./2021. Dalam surat tersebut, salah satu poinnya melarang penyiaran arogansi aparat kepolisian.
"Surat telegram tentang pencabutan itu sudah tepat. Karena, yang terpenting Polri bukan melarang penyiaran arogansi, tapi melarang dan mencegah arogansi," kata Suparji dalam keterangan persnya, Selasa (6/4).
Selain itu, ia juga memberi catatan bahwa olah tempat kejadian perkara (TKP) tetap dapat disiarkan oleh wartawan. Hal ini selama penyiaran tidak mengganggu proses hukum yang berjalan. Artinya, selama proses hukum bisa berjalan dengan baik, wartawan berhak menyiarkan olah TKP.
"Terlebih agar hak mendapat informasi oleh masyarakat terpenuhi," kata Suparji.
Selanjutnya, Suparji berpesan ke depan kepolisian jika membuat kebijakan harus sesuai dengan konsep Presisi. Kemudian, jangan sampai melanggar aturan atau undang-undang yang berlaku. Artinya, kebijakan jangan sampai kontraproduktif dengan nilai-nilai presisi.
Baca juga : Ini Niat Kapolri Buat TR Larangan Siarkan Arogansi Polisi