REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memutuskan mencabut Surat Telegram Nomor ST/750/IV/HUM.3.4.5./2021 tanggal (5/4/2021) terkait larangan menyiarkan tindakan arogansi aparat kepolisian. Hal itu dilakukan setelah mendengar dan menyerap aspirasi dari kelompok masyarakat.
"Arahan saya ingin Polri bisa tampil tegas, namun humanis. Namun, kami lihat di tayangan media masih banyak terlihat tampilan anggota yang arogan. Oleh karenanya, tolong anggota untuk lebih berhati-hati dalam bersikap di lapangan," kata Sigit dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Selasa (6/4).
Sigit menjelaskan, niat dan semangat dari surat telegram itu agar jajaran kepolisian tidak bertindak arogan atau menjalankan tugasnya tidak sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku. Karena itu, Kapolri menginstruksikan agar seluruh personel kepolisian tetap bertindak tegas, tapi juga mengedepankan sisi humanis dalam menegakkan hukum di masyarakat.
Namun, Sigit mengakui, gerak-gerik perilaku anggota kepolisian selalu disorot oleh masyarakat. Sebab itu, Sigit mengingatkan, satu perbuatan arogan oknum polisi dapat merusak citra Polri.
Kemudian, ia membuat arahan agar anggota lebih hati-hati saat tampil di lapangan. Ia juga meminta agar jajarannya tidak pamer tindakan yang kebablasan dan terlihat arogan.
"Masih sering terlihat anggota tampil arogan dalam siaran liputan di media, hal-hal seperti itu agar diperbaiki sehingga tampilan anggota semakin terlihat baik, tegas namun humanis," ujar Sigit.
Baca juga : Pakar: Melarang dan Mencegah Arogansi Polisi Lebih Penting
Hanya saja, kata Sigit, surat telegram pelarangan itu menimbulkan perbedaan penafsiran dengan awak media atau insan pers. Kesalahan persepsi dalam hal ini bukanlah media melarang meliput arogansi polisi di lapangan. Namun, Sigit menekankan semangat sebenarnya dari telegram itu adalah pribadi dari personel kepolisian itu sendiri yang tidak boleh bertindak arogan.
"Jadi, dalam kesempatan ini saya luruskan, anggotanya yang saya minta untuk memperbaiki diri untuk tidak tampil arogan, namun memperbaiki diri sehingga tampil tegas, namun tetap terlihat humanis. Bukan melarang media untuk tidak boleh merekam atau mengambil gambar anggota yang arogan atau melakukan pelanggaran," ungkap Sigit.
Sigit menegaskan, sampai dengan saat ini, internal Korps Bhayangkara masih memerlukan kritik dan saran dari seluruh elemen masyarakat. Dengan demikian, peran media sebagai salah satu pilar demokrasi akan tetap dihormati oleh Polri. Dengan kerendahan hati, Sigit pun menyampaikan permintaan maaf kepada seluruh masyatakat karena lahirnya perbedaan persepsi terkait dengan telegram tersebut.
"Karena, kami Polri juga butuh masukan dan koreksi dari eksternal untuk bisa memperbaiki kekurangan kami. Oleh karena itu, saya sudah perintahkan Kadiv Humas untuk mencabut STR tersebut," kata Sigit.