Selasa 06 Apr 2021 19:44 WIB

Kasus Bansos: 27 Izin Dewas, KPK Baru Delapan Kali Geledah

Praperadilan ungkap KPK baru delapan kali lakukan penggeledahan di kasus bansos.

Tersangka mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (30/3). Juliari Peter Batubara diperiksa penyidik KPK sebagai tersangka terkait kasus dugaan korupsi dana paket Bantuan Sosial (Bansos) Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek Tahun 2020. (ilustrasi)
Foto: Republika/Thoudy Badai
Tersangka mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (30/3). Juliari Peter Batubara diperiksa penyidik KPK sebagai tersangka terkait kasus dugaan korupsi dana paket Bantuan Sosial (Bansos) Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek Tahun 2020. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bambang Noroyono

Sidang gugatan praperadilan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) terhadap KPK mengungkap fakta bahwa lembaga antirasuah itu baru menindaklajuti delapan dari 27 izin penggeledahan yang diterbitkan Dewan Pengawas (Dewas) KPK dalam kasus dugaan korupsi bantuan sosial (bansos) Covid-19. Hal itu tercantum dalam dokumen memori jawaban atau sanggahan KPK terhadap gugatan praperadilan MAKI.

Baca Juga

Berdasarkan dokumen jawaban KPK atas permohonan praperadilan MAKI yang Republika dapatkan, memang disebutkan adanya dua kali penerbitan izin penggeledahan dari Dewas KPK. Yakni pada 6 Desember 2020, dan 5 Januari 2021.

Pertama bernomor 54/DEWAS/DAH/12/2020 menyangkut izin geladah di tujuh lokasi. Pada surat izin pertama itu, masa penggeledahannya berlaku sampai 3 Februari 2021. Dan kedua, bernomor 001/DEWAS/DAH/01/2021 menyangkut izin geledah di 20 lokasi, yang berlaku sampai 3 Maret 2021.

Akan tetapi, dalam memori jawaban KPK yang terangkum dalam halaman 17 dan 18, KPK baru melakukan penggeledahan di delapan tempat dari total 27 lokasi izin geladah yang diterbitkan Dewas. Dikatakan dalam memori jawaban KPK tersebut, realisasi izin geledah 54/DEWAS/DAH/12/2020, pada 6 Desember 2020, baru melakukan penggeledahan di empat titik dari yang seharusnya dilakukan di tujuh lokasi.

Yaitu, penggeledahan pertama yang dilakukan KPK, pada sebuah rumah, atau tempat tinggal, atau kantor, dan bangunan yang berada di Jalan Cikatomas II nomor 18, RT 04/RW04, Kelurahan Rawa Barat, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan (Jaksel).

Penggeledahan selanjutnya, dilakukan di Jalan Widya Chandra IV nomor 18, Kelurahan Senayan, Kecamatan Kebayoran Baru, Jaksel. Penggeladahan ketiga, di Jalan Pramuka Sari I nomor 7 B1 RT 006, RW 009, Keluarahan Rawasari, Kecamatan Cempaka Putih, Jakarta Pusat (Jakpus). Penggeladahan terakhir, dilakukan di Jalan Salemba Raya nomor 28, Jakpus.

Dari empat lokasi kegiatan geledah tersebut, mengacu memori jawaban KPK, digelar pada 8 Desember 2020, berdasarkan Sprin.Dah/48/DIK.01.04/20-23/12/2020 yang diterbitkan, pada 7 Desember 2020.

Adapun realisasi izin geledah 001/DEWAS/DAH/01/2021, 5 Januari, KPK pun baru melakukan empat penggeledahan dari 20 lokasi geledah semestinya.

Masih berdasarkan memori jawaban tertulis resmi KPK di praperadilan, disebutkan penggeledahan pertama dilakukan pada rumah, tempat tinggal, atau kantor, bangunan yang berada di Jalan Boulevard Raya Rukan Rose Garden Grand Galaxy RRG. 2 nomor 55, Jaka Setia, Bekasi Selatan, Kota Bekasi.

Penggeledahan kedua, dilakukan di Komplek Pulo Permatasari Blok A2 nomor 22, Pekayon Jaya, Bekasi Selatan, Kota Bekasi. Selanjutnya, penggeledahan dilakukan di Paradesa Cinere, Blok D-6, Pondok Cabe, Tangerang Selatan. Penggeledahan keempat, dilakukan di Prima Harapan Regency B4, Norn 18, Bekasi Utara, Kota Bekasi.

Empat penggeledahan tersebut, dilakukan serempak pada 13 Januari 2021, berdasarkan Sprin.Dah/01/DIK.01.04/20-23/01/2021 yang diterbitkan 6 Januari 2021.

Memori jawaban KPK dan Dewas KPK tersebut, awalnya direncanakan akan dibacakan terbuka di sidang kedua praperadilan ajuan MAKI di PN Jaksel, Selasa (6/4). Akan tetapi, hakim Nazar Effriandi menghendaki memori sanggahan atas tuduhan MAKI tersebut, cukup disampaikan via tertulis.

Fakta-fakta penggeledahan yang terperinci dalam memori sanggahan KPK kemudian berbeda dengan keterangan kuasa hukum KPK Natalia Kristianto saat ditemui usai sidang kedua praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Selasa (6/4). Menurut Natalia, KPK sudah melakukan penggeledahan di 27 lokasi sesuai dengan izin geledah yang diterbitkan Dewas KPK.

Natalia menerangkan, surat izin penggeledahan dari Dewas KPK sebetulnya diterbitkan dua termin. Izin geledah pada 6 Desember 2020, dan 5 Januari 2021.

Termin pertama, mengizinkan KPK melakukan penggeledahan di tujuh lokasi. Adapun kedua, Dewas KPK memberikan lampu hijaunya atas penggeledahan di 20 lokasi terpisah.

“Berita acara penggeledahan di 27 tempat itu, sesuai dengan izin dari Dewas,” terang Natalia,

Menurut Natalia, berita acara di 27 lokasi penggeledahan tersebut, pun sudah disampaikan kepada Dewas KPK. “Dewas  sendiri sudah menyampaikan, ada 27 berita acara penggeledahan yang sudah diterima oleh Dewas. Semuanya ada berita acaranya,” terang Natalia.

Oleh karena itu, menurut Natalia, tudingan MAKI dalam permohonan praperadilannya, tak akurat. Namun, KPK, dikatakan Natalia, mengapresiasi upaya hukum yang dilakukan MAKI terkait peran pengawasan eksternal.

“Sehingga memang, dengan mekanisme seperti ini (praperadilan), ada saluran resminya untuk kami menyampaikan ke publik,” sambung Natalia.

Dalam perkara ini, MAKI mengajukan praperadilan terkait terlantarnya 20 penggeledahan di KPK, atas 27 izin penggeledahan yang diterbitkan Dewas KPK terkait penyidikan korupsi suap, dan gratifikasi bansos Covid-19 di Kemensos. Dalam kasus tersebut, KPK sudah menetapkan lima tersangka penerima, dan pemberi suap.

Para tersangka itu, yakni Mensos Juliari Batubara sebagai penerima suap senilai Rp 17 miliar bersama Matheus Joko Santoso, dan Adi Mahyono, serta Ardian Iskandar Maddanatja, dan Harry Sidabuke sebagai pemberi uang. Dalam permohonan praperadilan, MAKI juga menuduh KPK menelantarkan 20 izin geladah itu, sebagai aksi diam-diam untuk menghentikan penyidikan kasus tersebut.

MAKI juga menuding KPK melakukan tindakan penyidikan yang menyimpang, karena tak memeriksa politikus PDI Perjuangan Ihsan Yunus, yang diduga terlibat dalam skandal suap-menyuap pengadaan dana bansos tersebut.

“Menyatakan secara hukum, termohon (KPK) telah melakukan tindakan penghentian penyidikan secara materil, dan diam-diam yang tidak sah menurut hukum,” begitu permohonan Boyamin, kepada Hakim Praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Senin (5/4).

Menurut Boyamin, dalam pengungkapan kasus suap yang menetapkan Mensos Juliari Batubara sebagai tersangka, Dewas KPK telah menerbitkan 30 izin penggeladahan. Akan tetapi, Boyamin mengungkapkan, penyidikan di KPK tak menindaklanjuti izin penggeledahan tersebut.

“Bahwa diduga ada 20 izin penggelahan yang dikeluarkan oleh Dewas KPK untuk keperluan penanganan perkara tersebut. Namun sampai saat ini, termohon KPK tidak melaksanakan izin penggeledahan tersebut,” ujar Boyamin.

“Bahwa oleh karena penghentian penyidikan atas perkara a quo tidak sah, dan batal demi hukum dengan segala akibat hukumnya. Maka, selanjutnya, agar hakim praperadilan memerintahkan termohon KPK, melakukan proses hukum selanjutnya dengan ketentuan hukum, dan perundang-undangan yang berlaku,” ujar Boyamin, melanjutkan.

 

photo
Korupsi Bansos Menjerat Mensos - (Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement