REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) angkat bicara mengenai nasib insentif tenaga kesehatan (nakes) yang menangani Covid-19 sebesar Rp 1,48 triliun yang belum dibayar. PPNI berharap utang insentif ini segera diselesaikan.
"Harapannya jangan lebih lama menunggak, utang insentif segera dibayar. Insentif ini mungkin bagi pemerintah merupakan apresiasi, tetapi bagi kami (nakes) ini sebagai tambahan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari," kata Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadhillah saat dihubungi Republika, Kamis (25/3).
Sebab, ia mengakui banyak perubahan yang terjadi misalnya ketika berangkat kerja ada tambahan ongkos angkutan misalnya seorang nakes biasa menaiki busway transjakarta kemudian beralih ke ojek dalam jaringan yang tentu membutuhkan biaya lebih mahal. Hingga saat ini, pihaknya menerima sedikitnya lima laporan dari nakes mengenai keluhan insentif belum dibayar, bahkan ada yang mengeluh sejak Juni 2020.
Ia mengakui mungkin sebagian insentif per Juni 2020 sudah dibayarkan namun masih ada hak yang belum dibayar yaitu insentif November dan Desember 2020. Untuk menyelesaikan masalah ini, pihaknya sebagai organisasi profesi perawat telah menyampaikan keluhan ini dalam rapat koordinasi yang diprakarsai oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) dan dihadiri oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), hingga jajaran Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
"Kemudian kami mendapatkan jawaban bahwa persoalan ini masih diteliti oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Sementara di tingkat pemerintah daerah (pemda) banyak hal harus menunggu keputusan. Yang jelas pemerintah berkomitmen akan mencairkan (insentif)," katanya.