REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyuap mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP) Suharjito telah mengajukan surat permohonan menjadi justice collaborator (JC) kepada Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Hal itu diungkapkan Hakim Ketua Albertus Usada dalam sidang terdakwa Suharjito dengan agenda saksi meringankan dan ahli yang dihadirkan oleh terdakwa, Rabu (24/3).
Hakim Ketua menyebutkan bahwa, pada persidangan sebelumnya, Suharjito telah mengajukan surat tertulis permohonan JC. "Kemarin pada persidangan sebelumnya, saudara mengajukan surat tertulis tentang pengajuan justice collaborator. Sehingga itu masih kami cermati kami pelajari tentang urgensi atau relevansinya," ujar Hakim Albertus.
Hakim Albertus mengaku heran lantaran karena hanya perusahaan Suharjito yang diseret ke pengadilan. "Kalau memang banyak, 65 perusahaan bisa saja punya potensi seperti Pak Suharjito. Persoalannya kenapa satu? Tapi majelis bukan kewenangan menjawab, tapi ada pada penyidik. Nah persoalannya, ini dari sekian yang diberi izin ekspor BBL maupun izin budidaya ada sekian perseroan atau perusahaan, tetapi yang dihadirkan dipersidangan hanya satu, " kata Albertus.
Itu kan juga menjadi pertanyaan dan catatan majelis dalam hubungannya dengan permohonan saudara. Apakah kemudian urgensi dan relvansi pengajuan JC itu akan sedang kami pelajari. Dan nanti sebelum penyusunan surat tuntutan, kami akan menyatakan sikap atas permohonan saudara. Jadi masih ada waktu," ujarnya menambahkan.
Sementara Kuasa Hukum Suharjito, Adwin Rahardian mengatakan ihwal permohonan JC dari awal proses penyidikan pihaknya sudah menyampaikannya ke penyidik. "Bukan apa-apa, itu karena itikad baik dan kooperatif saja apapun akan siap menjawab dengan sejujur-jujurnya termasuk di BAP terdakwa bisa dieksplor dari hal2 saudara terdakwa ketahui itu juga," tuturnya.
Sebelum menjalani persidangan Suharjito juga menyampaikan kecurigaannya ihwal adanya pihak lain yang juga Edhy Prabowo. Ia meminta agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menindak pelaku lain dalam perkara ini.
"Kalau aku gelombang 4 nomor urut 35. Kan masih ada sampai 65 kan nomor urutnya," kata Suharjito di Gedung KPK, Rabu (23/4).
Suharjito mengaku hanya meminta izin ekspor benih lobster ke KKP. Dia tidak tahu jika uang commitmen fee yang diminta Edhy Prabowo merupakan tindak korupsi. Atas dasar itu, Suharjito meminta KPK untuk menindak para eksportir lainnya yang mendapat izin ekspor agar diproses hukum.
"Bukan apa-apa, kalau aku enggak diminta commitmen fee enggak mungkin aku begini. Ya kira-kira masa aku yang salah sendiri? Gitu saja logikanya kan," ucap Suharjito.
Ia pun mengaku sedih bila dirinya disebut sebagai penyuap. Menurut Suharjito, dirinya memiliki tanggungan yang banyak dengan membawahi 1.000 karyawan. Terlebih kondisi pandemi covid-19 yang semakin memperburuk keadaan perusahaannya.
"Saya harus bayar pajak, bayar karyawan dengan kondisi Covid-19 seperti ini. Sedih saya. Bukan apa-apa, kalau aku enggak diminta komitmen fee enggak mungkin aku begini," kata Suharjito.