Senin 22 Mar 2021 19:39 WIB

Rekaman Dibuka Usai Ajudan Bantah Titipan Uang untuk Juliari

Mantan ajudan Juliari, Eko Budi Santoso hari ini bersaksi di sidang kasus bansos.

Foto double exposure Mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara memberikan kesaksian saat menjalani sidang yang berlangsung virtual di gedung KPK, Jakarta, Senin (22/3). Juliari Peter Batubara dihadirkan sebagai saksi pada sidang untuk terdakwa Harry Van Sidabuke terkait kasus dugaan korupsi bantuan sosial Covid-19. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Foto double exposure Mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara memberikan kesaksian saat menjalani sidang yang berlangsung virtual di gedung KPK, Jakarta, Senin (22/3). Juliari Peter Batubara dihadirkan sebagai saksi pada sidang untuk terdakwa Harry Van Sidabuke terkait kasus dugaan korupsi bantuan sosial Covid-19. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Dian Fath Risalah

Eko Budi Santoso, mantan ajudan Juliari Peter Batubara ketika masih menjabat sebagai Menteri Sosial membantah pernah menerima titipan uang dari pejabat Kementerian Sosial (Kemensos) yang ditujukan kepada atasannya. Namun, jaksa penuntut umum (KPK) kemudian memutar rekaman percakapan di muka persidangan.

Baca Juga

"Apakah pernah pada bulan Mei 2020 menerima titipan dari Pak Adi Wahyono untuk diserahkan kepada Menteri uang sebesar Rp 1,7 miliar?" tanya JPU KPK M. Nur Azis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (22/3).

"Tidak pernah," jawab Eko.

Eko hari ini bersaksi untuk dua orang terdakwa, yaitu Harry Van Sidabukke yang didakwa menyuap Juliari senilai Rp 1,28 miliar dan Ardian Iskandar Maddanatja yang didakwa memberikan suap senilai Rp 1,95 miliar. Uang suap itu terkait dengan penunjukan perusahaan penyedia bansos sembako Covid-19.

"Pada bulan Juli sampai September 2020 ada dititipi uang dari Pak Adi Wahyono yang sumber uangnya dari Pak Joko sebesar Rp 3 miliar untuk pembayaran pengacara?" tanya jaksa Azis.

"Tidak," jawab Eko.

"Apakah pernah terima titipan uang Rp 1,5 miliar?" tanya jaksa Azis.

"Tidak," jawab Eko.

Adi yang dimaksud adalah mantan Plt. Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial (PSKBS) Kemensos sekaligus kuasa pengguna anggaran (KPA) pengadaan bansos, Adi Wahyono. Dalam perkara ini Adi juga telah ditetapkan sebagai tersangka.

"Adi pernah telepon saksi ada titipan untuk Pak Menteri?" tanya jaksa.

"Ada sekitar 19.30 WIB Pak Adi menelepon saya ada titipan barang kepada saya, lalu saya tanya berupa apa, dijawab uang saku," ungkap Eko.

Permintaan Adi itu menurut Eko disampaikan pada bulan Desember 2020. Namun, Eko mengaku titipan itu tidak jadi dititipkan.

"Tidak jadi karena untuk keberangkatan yang awalnya sekitar 07.30 ternyata setelah Pak Adi telepon ada rapat terbatas sektiar pukul 09.30, akhirnya Bapak berangkat agak telat, jadi setelah rapat intern dari Bogor rombongan sudah masuk ke pesawat dahulu sehingga tidak jadi dititip," kata Eko.

Menurut Eko, rombongan Juliari akan berangkat ke Tanah Bumbu, lalu ke Malang. Dalam rombongan tersebut, Adi Wahyono pun ikut serta.

"Adi bareng di pesawat tetapi ketemunya sudah di pesawat," ungkap Eko.

 

 

Dalam sidang tersebut, jaksa KPK pun memutarkan rekaman pembicaraan telepon antara Eko dan Adi untuk menitipkan uang saku tersebut.

Adi: "Mas Eko jadwal pesawat jam berapa?"

Eko: "Setengah delapan posisi sudah ada di airport, kalau nanti ada perubahan nanti saya info."

Adi: "Enggak, nanti yang bawa Mas Eko saja, ya, nanti diperiksa."

Eko: "Apa itu?"

Adi: "Ya, ada uang saku, langsung dibawa ke Semarang."

Eko: "Aman, aman nanti tak bawa."

Adi: "Situ yang bawa?"

Eko: "Aman, aman, aman, langsung tempat masuk pengecekan."

Adi: "Tempat masuk pengecekan? Situ memang bisa masuk langsung?"

Eko: "Sudah, urusan saya itu."

Adi: "Ya sudah jam 7.30, jam 7 sudah di sana lah"

Eko: "Siap, siap"

Adi: "Betul ya?"

Usai memutar rekaman tersebut, Jaksa KPK Ikhsan Fernandi  mengonfirmasi kembali perihal rekaman tersebut kepada Eko.

"Benar itu suara Saudara?" tanya Ikhsan.

"Betul itu suara saya, yang tadi saya jelaskan kan seperti itu. Makanya saya tanyakan itu titipan apa? Karena memang saya tidak tahu," jawab Eko.

Jaksa kemudian mencecar Eko perihal bentuk dari titipan tersebut. Namun, Eko menyebut tak mengetahuinya dengan alasan belum menerimanya.

"Bentuknya seperti apa?" tanya jaksa Ikhsan.

"Saya tidak tahu, karena kan belum saya pegang," ucap Eko.

Dalam persidangan pada 8 Maret 2021, Adi Wahyono menyebut ada pemberian uang kepada Ketua DPC PDI Perjuangan Kabupaten Kendal Ahmad Suyuti. Uang itu, menurut Adi, ia dapat dari pejabat pembuat komitmen (PPK) pengadaan bansos sembako Covid-19 pada Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial Kemensos, Matheus Joko Santoso.

Joko menyerahkan uang Rp 2 miliar kepada Adi di Bandara Halim Perdanakusumah saat mantan Mensos Juliari P. Batubara akan melakukan kunjungan kerja ke Semarang. Adi lalu menyerahkan uang itu kepada ajudan Juliari bernama Eko. Uang berasal dari pengumpulan fee perusahaan yang mendapat jatah pengadaan bansos Covid-19 Kemensos.

Dalam perkara ini, duduk sebagai terdakwa adalah Harry Van Sidabukke yang berprofesi sebagai konsultan hukum dan Direktur Utama PT Tigapilar Agro Utama, Ardian Iskandar Maddanatja. Harry didakwa menyuap Juliari Batubara, Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso sebesar Rp 1,28 miliar karena membantu penunjukan PT Pertani (Persero) dan PT Mandala Hamonangan Sude (MHS) sebagai penyedia bansos sembako Covid-19 sebanyak 1.519.256 paket.

Sementara, Ardian didakwa menyuap Juliari Batubara, Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso senilai Rp 1,95 miliar karena menunjuk Ardian melalui PT Tigapilar Agro Utama sebagai penyedia bansos sembako tahap 9, 10, tahap komunitas dan tahap 12 sebanyak 115.000 paket.

Atas perbuatannya, Harry dan Ardian dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

photo
Korupsi Bansos Menjerat Mensos - (Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement