REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafli Amar menyebut angka potensi radikalisme di Indonesia pada tahun 2020 mengalami penurunan jika dibanding tahun 2019. Hal tersebut dikatakan Boy berdasarkan hasil survei yang dilaksanakan oleh BNPT bersama Alvara Research dan Nasaruddin Umar Foundation.
"Tren potensi radikalisme di Indonesia menurun dari tahun 2017 sebesar 55,2 persen atau masuk dalam kategori sedang, tahun 2019 sebesar 38,4 persen kategori rendah, dan menjadi 14 persen pada tahun 2020 yaitu kategori sangat rendah," kata Boy dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, Senin (22/3).
Hasil survei tersebut sejalan dengan survei yang dilakukan Global Terrorism Index di tahun 2020, yang menempatkan Indonesia pada urutan 37 atau kategori medium negara yang terdampak terorisme. Pada tingkat regional ASEAN, Boy mengatakan Indonesia jauh lebih aman dari Filipina, Thailand, dan Myanmar.
"Hal tersebut menunjukkan bahwa selama masa pandemi covid-19 tren potensi radikalisme cenderung mengalami penurunan," ucapnya.
Kendati demikian, Boy mengingatkan, secara global Indonesia harus tetap waspada mengingat penyebaran paham radikal terorisme yang dilakukan kini justru melalui media online. Hal tersebut juga diserukan oleh Persatuan Bangsa-Bangsa dengan mengeluarkan resolusi 532 pada tanggal 1 Juli 2020 lalu.
"Isi seruannya adalah meminta agar dilakukan dengan segera gencatan senjata di daerah konflik di berbagai belahan dunia. Namun permintaan gencatan tersebut tidak berlaku bagi operasi militer terhadap teroris internasional antara lain Isis dan alqaeda. Hal ini menunjukkan bahwa upaya pemberantasan Terorisme internasional tetap dijalankan walaupun sedang menghadapi masa pandemi," ungkapnya.
Hasil tersebut direspons positif oleh Komisi III. Anggota Komisi III DPR Romo H.R Muhammad Syafi'i mengapresiasi hasil survei tersebut. "Insyaallah ini dalam kepemimpinan pak Boy Rafli, luar biasa, appreciate buat bapak."