REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Tim Advokasi Habib Rizieq Shihab mengeluarkan nota keberatan (eksepsi) pada perkara yang kini disidangkan di PN Jaktim. Dalam draf tersebut, Tim Advokasi menyatakan kekecewaan atas penyalahgunaan sumber daya negara dan hukum untuk kepentingan segelintir elite.
Lebih lanjut, kasus yang dialami oleh HRS kali ini diklaim merupakan pengulangan dari perjuangan Sukarno dalam lakon ‘Indonesia Menggugat’. Dikatakan mereka, HRS dikriminalisasi dan gerakan yang dibentuknya ikut dipadamkan layaknya yang terjadi pada Sukarno pada masa kolonial dahulu.
Tim Advokasi HRS menambahkan, dalam perkara HRS yang ada kini, harus ditilik dengan akal sehat. Dengan demikian, yang dialami HRS menurut mereka bisa dilihat sebagai penghakiman dan penghukuman, alih-alih dari peradilan.
"Kriminalisasi HRS dalam perkara a quo tidak lepas merupakan bagian dari Operasi Intelijen Berskala Besar (OIBB) oleh rezim dungu dan pandir," tulisnya dalam draf eksepsi yang diterima Republika.co.id dari Munarman, Jumat (19/3).
Dalam operasi intelijen berskala besar itu, dikatakannya terdiri atas beberapa aspek. Pertama, adalah operasi black propaganda terhadap HRS dan FPI. Kedua, operasi kontra narasi, lalu operasi pencegahan kepulangan HRS dari Saudi meski akhirnya diakui berhasil pulang.
"Empat, operasi penggalangan tokoh masyarakat dan agama yang menolak keberadaan HRS," ujarnya.
Baca juga : Momen Terindah Manganang Berganti Nama
Tak sampai di sana, poin selanjutnya dalam operasi skala besar itu, disebutkan juga mencakup operasi penurunan baliho oleh aparat. Padahal, bukan merupakan tupoksinya.
"Lalu operasi konyol mengerahkan komando khusus hanya untuk membunyikan sirine. Kemudian, operasi pembantaian pengawal HRS dan operasi surveillance," ungkapnya. Dengan alasan tersebut, mereka meminta kepada majelis hakim untuk membatalkan seluruh proses yang tidak sesuai KUHP.