REPUBLIKA.CO.ID, oleh Mimi Kartika
Calon Bupati Sabu Raijua terpilih, Orient Patriot Riwu Kore, menegaskan dirinya tidak pernah melepaskan status warga negara Indonesia (WNI). Namun, ia pun tidak menampik saat mendaftar menjadi peserta pemilihan kepala daerah (pilkada) 2020, status kewarganegaraan Amerika Serikat (AS) masih melekat padanya.
"Fakta perolehan kewarganegaraan Amerika, Orient, adalah merupakan pemenuhan persyaratan administrasi pekerjaannya dan bukan berdasarkan keinginan hatinya," ujar kuasa hukum Orient, Paskaria Tombi, dalam persidangan perkara perselisihan hasil pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (15/3).
Orient dan wakilnya, Thobias Uly, menjadi pihak terkait dalam dua permohonan sengketa hasil pemilihan bupati (pilbup) Sabu Raijua di MK. Keduanya diwakili kuasa hukumnya dari Badan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Dua permohonan sengketa ini diajukan oleh pasangan calon nomor urut 1, Nikodemus N Rihi Heke-Yohanis Uly Kale, serta Yanuarse Bawa Lomi atas nama Aliansi Masyarakat Peduli Demokrasi Sabu Raijua (AMAPEDO) bersama Marthen Radja dan Herman Lawe Hiku selaku warga negara Indonesia (WNI).
Dalam persidangan, Paskaria mengatakan, Orient sudah tinggal di AS sejak 1997. Setelah Orient lulus sekolah di Kupang, Orient melanjutkan pendidikannya dan bekerja di AS, hingga Orient menikah dengan perempuan warga AS pada 2000.
Atas pernikahannya itu, Orient mendapatkan Green Card USA, sebuah status keimigrasian yang mengizinkan penerimaannya tinggal secara permanen atau selamanya di Amerika. Pada 2006, Orient mulai bekerja sebagai teknisi listrik di General Dynamics NASSCO, perusahaan yang bergerak dalam pembuatan kapal tempur untuk angkatan laut Amerika Serikat dan kapal minyak.
"Oleh karena sifat pekerjaan NASSCO yang sangat rahasia tersebut maka setiap karyawan yang akan dipekerjakannya diwajibkan untuk memperoleh kewarganegaraan Amerika," kata dia.
Proses pengurusan kewarganegaraan Amerika Orient dilakukan oleh NASSCO selaku perusahaan yang mempekerjakannya. Sejak saat itu, Orient menyatakan tidak pernah melepaskan kewarganegaraan Indonesia karena pengurusan warga negara Amerika murni alasan kewajiban administrasi pekerjaan dan bukan keinginan pribadi.
"Bahwa status warga negara Amerika, Orient, yang baru diproses pada tahun 2007, dapat kita ketahui Orient tidak pernah berniat untuk mengganti kewarganegaraannya," tutur Paskaria.
Singkat cerita, Orient menyatakan telah mengajukan permohonan pelepasan kewarganegaraan Amerika pada 5 Agustus 2020, menjelang Pilkada. Akan tetapi, Kedutaan Besar Amerika Serikat belum memproses pelepasan kewarganegaraan Orient dengan alasan kondisi Covid-19.
Di sisi lain, Paskaria juga menyatakan, surat Kedutaan Besar AS yang menerangkan Orient sebagai pemegang paspor Amerika bukan alat bukti yang dapat dijadikan acuan perihal kewarganegaraan ganda. Menurut dia, status WNI seseorang tidak dapat ditentukan semata-mata dari surat keterangan Kedutaan Besar.
Paskaria justru mempersoalkan tindakan Kedutaan Besar Amerika yang menunda proses pelepasan kewarganegaraan Amerika Orient. Sebab, kata dia, jika Kedutaan segera mengurus pelepasan kewarganegaraan itu, maka Orient pun sudah melepas kewarganegaraan Amerika.
"Berdasarkan elaborasi atas fakta, aturan hukum Indonesia, dan aturan hukum Amerika Serikat, maka, yang pertama, Orient telah memenuhi persyaratan sebagai calon," ucap dia.
Namun, anggota majelis hakim konstitusi, Suhartoyo, mempertanyakan ketidakjujuran Orient atas status kewarganegaraannya kepada penyelenggara pemilu. Jika Orient dari awal terbuka terkait status kewarganegaraannya itu, maka persoalan dapat segera diselesaikan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) berdasarkan ketentuan Undang-Undang.
"Kalau ada pengakuan dari pihak terkait secara jujur dari awal, saya kira sebenarnya kan clear kan persoalannya, kemudian dihadapkan pada peraturan perundang-undangan," ujar Suhartoyo.
Suhartoyo pun langsung mempertanyakan hal ini kepada Orient yang mengikuti persidangan secara daring. Suhartoyo lebih dahulu mengonfirmasi bahwa Orient memikiki status warga negara Amerika sejak 2007 karena risiko pekerjaan dan kewarganegaraan Amerika masih melekat saat mendaftarkan diri di Pilkada 2020.
"Kenapa Bapak tidak ceritakan semua ke penyelenggara persoalan ini kepada KPU, Bawaslu, sehingga tidak berkepanjangan seperti ini, bisa jelaskan kepada kami?" tanya Suhartoyo.
Orient pun menjawab, "Saya sih sebenarnya sudah masukin semua dokumen, semua dokumen sudah dimasukin sesuai dengan tahapan, sesuai dengan permintaan KPU, dan mereka tidak ada pertanyaan apa-apa. Saya juga tidak pernah mendengar ada masalah-masalah dari aliansi-alinasi tersebut, karena sepanjang mulai dari pendaftaran, kemudian sampai kepada tahap pembuktian, memberikan kesempatan kepada masyarakat agar masyarakat yang bantah atau berkeberatan tidak ada sama sekali."
Belum cukup puas atas jawaban itu, Suhartoyo kembali menegaskan pertanyaannya. "Kenapa Bapak tidak menceritakan atau menjelaskan kepada penyelenggara soal ada hal-hal yang melekat, adanya persoalan kewarganegaraan yang Bapak pun sesungguhnya sudah berusaha untuk melepaskan, tapi kondisi-kondisi yang ada seperti ini, kenapa tidak diceritakan ke penyelenggara?"
Namun, Orient kembali menuturkan soal tidak adanya pertanyaan atau keberatan dari Bawaslu maupun KPU setelah dirinya mengirimkan dokumen-dokumen pencalonan. Dengan jawaban itu, Suhartoyo menganggap Orient tidak pernah menginformasikan status kewarganegaraan kepada penyelenggara.
"Jadi Bawaslu tidak pernah menanyakan, tapi Bapak sendiri juga tidak pernah bercerita kemudian memberikan klarifikasi ya itu intinya yang bisa kami dapatkan di persidangan ini, nanti bisa kami kaji bersama di Mahkamah," tutur Suhartoyo.
Ketua majelis hakim panel khusus MK Saldi Isra menambahkan, pihaknya akan membahas permohonan 133 dan 134/PHP.BUP-XIX/2021 terkait perselisihan hasil pemilihan bupati Sabu Raijua dalam rapat permusyawaratan hakim yang dihadiri seluruh hakim MK. Dalam rapat itu, para hakim akan menentukan nasib perkara ini, apakah dilanjutkan ke pemeriksaan berikutnya atau berhenti.
"Nanti kami akan membahas. Dan sikap Mahkamah terhadap permohonan ini, permohonan 133 dan 134 akan diberitahu selanjutnya oleh kepaniteraan Mahkamah kepada semua pihak," kata Saldi.
Sebenarnya, pengajuan permohonan perselisihan hasil pilkada sudah melewati batas waktunya. Akan tetapi, MK kemudian menerima dan memeriksa permohonan sengketa hasil pilbup Sabu Raijua yang lebih fokus mempersoalkan kewarganegaraan calon bupati terpilih.
Orient lolos menjadi peserta pilkada karena memenuhi persyaratan dokumen pencalonan seperti melampirkan KTP elektronik. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pun telah mengonfirmasi bahwa Orient masih sebagai WNI dan belum pernah melepas status kewarganegaraan Indonesia.
Berkas pengesahan penetapan pasangan calon terpilih pun sudah disampaikan ke Menteri Dalam Negeri melalui DPRD. Namun, sampai saat ini, pemerintah belum mengeluarkan keputusan apa pun terkait status kewarganegaraan Orient.
Kemendagri menunda pelantikan Orient P Riwu Kore dan Thobias sebagai bupati dan wakil bupati Sabu Raijua. Setelah sidang pemeriksaan hari ini, hakim MK akan melaksanakan rapat permusyawaratan hakim untuk menentukan apakah perkara akan diperiksa lebih lanjut atau berhenti.