Senin 15 Mar 2021 15:07 WIB

Antara Janji Pinangki dan Rindu Djoko Pulang ke Tanah Air

Djoko Tjandra hari ini membacakan nota pembelaan atas tuntutan 4 tahun penjara.

Terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra (tengah) saat menjalani sidang Pledoi dalam perkara dugaan suap kepada jaksa dan perwira tinggi Polri serta pemufakatan jahat, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (15/3/2021). Sidang Pledoi tersebut untuk menanggapi tuntutan jaksa pada Kamis (4/3/2021) yang menuntut hukuman 4 tahun penjara karena menyuap 2 jenderal polisi berkaitan dengan red notice serta menyuap jaksa Pinangki Sirna Malasari terkait fatwa Mahkamah Agung (MA).
Foto:

Dalam pembacaan pleidoinya hari ini, Djoko Tjandra juga mengungkapkan rasa rindu untuk dapat pulang ke Tanah Air menjadi alasan ia akhirnya menjalin hubungan kerja sama dengan Pinangki cs. Menurutnya, ia telah 11 tahun berkeliling sejumlah negara seusai divonis 2 tahun penjara dalam kasus cessie Bank Bali.

"Saya rindu pulang ke Tanah Air Indonesia. Itulah kerinduan terdalam selama 11 tahun saya berada di luar negeri," kata Djoko.

Menurut Djoko Tjandra, ia tidak ditolak oleh pemerintah maupun masyarakat di luar negeri. "Sebaliknya, saya diterima dan diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk berkarya. Tetapi, seperti kata pepatah, sekalipun hujan emas di negeri orang, dan hujan batu di negeri sendiri, tetap saja tidak bisa menghapus cinta dan kerinduan kepada negeri sendiri," tambah Djoko Tjandra.

Di tengah kerinduan dan pupusnya harapan itu, pada awal November 2019, rekan Djoko Tjandra bernama Rahmat menelpon dirinya dan menyampaikan ingin memperkenalkan Pinangki Sirna Malasari sebagai orang yang katanya dapat membantu menyelesaikan persoalan hukum.

"Saya persilakan kepada Saudara Rahmat. Mungkin ini adalah jalan saya bisa kembali ke tanah air," ungkap Djoko Tjandra.

Menurut Djoko, sebagai seorang WNI yang sudah diputus tidak bersalah dan menjadi orang merdeka, 8,5 tahun kemudian, ia dijatuhi hukuman penjara 2 tahun karena putusan PK Mahkamah Agung RI No 12/PK/Pid.Sus/2009 tanggal 11 Juni 2009 yang diawali oleh pengajuan permohonan PK oleh Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.

"Saya tidak tahu apakah Kejaksaan RI yang direpresentasikan oleh Penuntut Umum sedikit memiliki kesadaran bahwa dengan pengajuan PK yang melanggar hukum dulu itu, Kejaksaan RI telah melakukan miscarriage of justice (peradilan sesat) yang menyebabkan luka ketidakadilan tidak hanya kepada saya pribadi, keluarga saya, tetapi juga kepada institusi Kejaksaan RI itu sendiri," tambah Djoko Tjandra.

Ia sendiri sudah melakukan upaya hukum PK atas putusan PK MA No 12 tahun 2009 tersebut tetapi tetap saja ditolak. "Setelah upaya hukum PK yang pernah saya ajukan itu ditolak, saya tidak punya harapan lagi untuk pulang ke Tanah Air Indonesia yang saya cintai ini. Tidak ada lagi harapan untuk kumpul bersama-sama dengan semua keluarga di Indonesia," ungkap Djoko Tjandra.

In Picture: Suap Pejabat, Djoko Tjandra Dituntut 4 Tahun Penjara

photo
Terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra menjalani sidang tuntutan dalam perkara dugaan suap kepada jaksa dan perwira tinggi Polri serta pemufakatan jahat, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (4/3/2021). Djoko Tjandra dituntut hukuman 4 tahun penjara, denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan. - (SIGID KURNIAWAN/ANTARA )

 

 

 

Djoko Tjandra juga mengaku tidak ada lagi harapan untuk bisa nyekar ke makam orang tua maupun menghabiskan masa tua dan meninggal di Indonesia. "Tidak lagi bisa saya mengatakan kepada cucu-cucu saya bahwa mereka harus mencintai Tanah Air Indonesia, sementara saya tinggal di luar negeri," kata Djoko Tjandra.

Saat membacakan nota tuntutan terhadap Djoko Tjandra, JPU selain menuntut hukuman 4 tahun penjara juga menolak permohonan Djoko Tjandra untuk menjadi juctice collaborator atau saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum.

"Menyatakan permohonan terdakwa untuk menjadi 'justice collaborator' tidak dapat diterima," kata JPU Junaedi, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (4/3).

"Berdasarkan fakta-fakta persidangan terungkap bahwa terdakwa Djoko Tjandra merupakan pelaku utama yang melakukan tindak pidana korupsi sebagai pemberi suap, yakni sebagai pemberi suap sebesar 500 ribu dolar AS kepada jaksa Pinangki Sirna Malasari, kepada Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte sejumlah 200 ribu dolar Singapura dan 370 dolar AS serta Brigjen Prasetijo Utomo senilai 100 ribu dolar AS," ujar jaksa Retno Liestyanti, menambahkan.

Selain itu, Djoko Tjandra juga dinilai terbukti melakukan pemufakatan jahat bersama dengan Pinangki Sirna Malasari dan Andi Irfan Jaya untuk memberi atau menjanjikan uang sebesar 10 juta dolar AS kepada pejabat di Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Mahkamah Aguung (MA).

"Atas alasan tersebut di atas, kami berpendapat terdakwa merupakan pelaku utama, sehingga permohonan terdakwa sebagai justice collaborator tersebut selayaknya tidak diterima," kata jaksa Retno pula.

photo
Djoko Tjandra - (Republika)

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement