Rabu 03 Mar 2021 22:21 WIB

Saksi Akui Jatah Uang untuk Dua Asisten Edhy Prabowo

Neti Herawati menjadi saksi untuk terdakwa penyuap Edhy, Suharjito.

Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (kiri) menjawab pertanyaan wartawan usai menjalani pemeriksaan lanjutan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (2/3/2021). Edhy Prabowo diperiksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan penerimaan suap perizinan tambak, usaha dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020.
Foto: ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (kiri) menjawab pertanyaan wartawan usai menjalani pemeriksaan lanjutan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (2/3/2021). Edhy Prabowo diperiksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan penerimaan suap perizinan tambak, usaha dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saksi Neti Herawati dalam persidangan mengonfirmasi jatah uang untuk Amirul Mukminin selaku sekretaris pribadi dan Andreau Misanta sebagai staf khusus mantan menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo. Neti menjadi saksi untuk terdakwa penyuap Edhy, Suharjito.

"Almarhum Deden mengatakan, ada permintaan uang dari abang-abang, maksudnya Amiril dan Andreau," kata Neti dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (3/3).

Baca Juga

Neti menjadi saksi untuk terdakwa Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (PTDPPP) Suharjito yang didakwa memberikan suap senilai total Rp 2,146 miliar yang terdiri atas 103 ribu dolar AS (sekitar Rp 1,44 miliar) dan Rp 706.055.440,00 kepada mantan menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.

Neti merupakan istri Siswadhi Pranoto Loe, pemilik PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) dan PT Aero Citra Kargo (ACK). PT ACK dipakai Amiril Mukminin atas perintah Edhy Prabowo untuk menjadi perusahaan jasa pengiriman kargo untuk ekspor benih bening lobster (BBL). Sedangkan, Deden adalah Direktur PT PLI. Namun, Deden saat ini sudah meninggal dunia.

Dalam dakwaan disebutkan, PT PLI yang mengurus seluruh kegiatan ekspor BBL. Sedangkan, PTACK hanya sebagai perusahaan yang melakukan koordinasi dengan perusahaan pengekspor BBL dan menerima keuntungannya saja.

Amiril Mukminin lalu meminta Deden mengatur komposisi pemegang saham PT ACK yaitu Achmad Bachtiar selaku representasi Edhy Prabowo melalui Amiril Mukminin mendapat deviden 41,65 persen, Yudi Surya Atmaja sebagai representasi Siswadi Pranoto Loe sebesar 16,7 persen, Amri  41,65 persen.

"Mereka ada beberapa kali pertemuan dengan Pak Menteri ketika pergi ke Kantor KKP sekitar April atau Mei untuk makan siang silaturahmi dengan banyak orang. Pertemuan setelah itu ada permintaan perubahan pengaturan harga dari Amiril dan Andreau untuk mengubah harga per kilo jadi per ekor," ungkap Neti.

Neti mengaku diberi tahu Deden, ada pertemuan dengan perusahaan-perusahaan pengekspor sebanyak dua kali dan diumumkan dalam rapat tersebut ada biaya pengiriman sebesar Rp 2.300,00 per ekor benih.

"Waktu itu Pak Deden bercerita waktu di acara tersebut para eksportir complaint kenapa harga Rp 2.300,00 per ekor, lalu almarhum mengatakan kepada Pak Andreau, menurut Pak Andreau tidak apa-apa memang di situ ada pro dan kontra dan sengaja dibuat begitu, lalu akhirnya Pak Deden mengatakan harga final Rp1.800,00 per ekor dengan dibayarkan ke PT PLI Rp 350,00 per ekor," ungkap Neti.

Dalam pembagian deviden berdasarkan penerimaan dari perusahaan pengekspor pada bulan Agustus sampai awal November 2020, Yudi Surya Atmaja mendapat Rp5,047 miliar. "Dari Rp5 miliar yang diterima Yudi, Pak Amiril menurut Deden meminta dikeluarkan Rp 25,00 per ekor untuk Pak Amiril jadi setelah dikalikan 40 juta sekian benih yang diekspor didapat Rp1 miliar dan diminta dikirim sebagai pembayaran utang durian," ungkap Neti.

Dari jatah Amiril tersebut, menurut Neti, masih ada sisa Rp221 juta yang ada di rekening PT ACK yang diminta untuk diberikan secara tunai. Selain harus mengeluarkan sekiar Rp1 miliar dari jatah Yudi, Neti juga diminta Amiril dan Anderau untuk membuat perusahaan logistik lain yang mirip PT ACK bernama PT Graha Global Logistik pada Juni 2020. Namun, perusahaan itu belum sempat beroperasi.

"Deden tanya kepada abang-abang itu untuk membayarkan operasional PT Graha bagaimana? Diminta untuk dibayarkan dulu dari saham PT ACK yang dibayarkan ke Yudi, jadi Rp 5 miliar itu diambil Rp 25 per ekor, dan Rp900 juta untuk membayar operasional PT baru, dan kami tidak ada kuasa apa-apa karena yang minta sespri dan stafsus menteri, kami tidak berani menolak," ungkap Neti.

Selain memerintahkan untuk menjadi perusahaan logistik, Amiril juga meminta Deden untuk mencari jam tangan Rolex dan Jacob & Co. "Deden minta bantuan cari jam itu, saya katakan tidak bisa karena saya tidak tahu cari ke mana, lalu Deden minta Kasman mengontak customer di Hong Kong untuk bantu belikan," kata Neti.

Jam itu lalu dikenakan oleh pegawai maskapai penerbangan saat dibawa pulang ke Jakarta. Tujuannya, agar cepat sampai dengan biaya Rp331 juta yang dibayarkan PLI lebih dahulu dengan memotong deviden Amri dan Ahmad Bachtiar.

"Dari info dari abang-abang, yaitu Amiril dan Andreau, jam tangan untuk Pak Menteri," kata Neti.

Dalam dakwaan disebutkan terdapat pembelian 1 jam tangan merek Jacob & Co yang dibeli di Hong Kong pada Oktober 2020 dengan harga sekitar 160 ribu dolar Hongkong. Jam tangan diterima Deden Deni Purnama dan diserahkan kepada Edhy Prabowo melalui Amiril Mukminin.

photo
Daftar Belanja Edhy Prabowo di AS - (Infografis Republika.co.id)

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement