Sabtu 20 Feb 2021 11:16 WIB

Pengamat Politik: Tindakan GAR-ITB Cenderung Ngawur

Sikap yang dilakukan GAR-ITB ini merupakan pembunuhan karakter terhadap seseorang.

Rep: Haura Hafizhah/ Red: Agus Yulianto
Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (Wantim MUI), Din Syamsudin
Foto:

Karenanya, dia menyarankan, siapapun yang sedang berkuasa jangan sembarangan untuk menuduh orang kalau mereka radikal. Hal ini yang harus diubah. Dia tidak habis pikir kritik terhadap pemerintah merupakan hal yang radikal.

“Yang saya baca di media massa kalau Juru Bicara Presiden Joko Widodo Fadjroel Rachman dan Menteri Sekretaris Kabinet Pramono Anung terlibat di GAR-ITB. Ya bisa dipikir sendiri dimana ada kekuasaan disitu bisa membatasi. Masalah ini juga tidak dilanjutkan karena Menkopolhukam tidak akan memproses laporan tersebut. Mahfud tahulah Din seperti apa. Mereka sama-sama profesor dan dosen. Jadi, bisa dibilang tuduhan ini sama sekali tidak berdasar,” kata dia.

Sebelumnya diketahui, sejumlah tokoh dari kalangan Muhammadiyah, PBNU, politisi hingga pejabat menentang pelaporan Din Syamsuddin ke KASN oleh GAR ITB. Pembelaan tersebut menyoal Din Syamsuddin yang diklaim GAR ITB telah melakukan pelanggaran kode etik dan kode perilaku ASN. 

Pelaporan itu awalnya dilakukan oleh GAR ITB yang dengan bersurat ke Menteri Pendidikan dan Kebudayaan serta Ketua Majelis Wali Amanat ITB. Isinya, meminta Din diberhentikan dari anggota MWA ITB. 

Dalam lampiran surat, setidaknya ada 1.335 nama yang diklaim alumni ITB dari berbagai jurusan. Mulai dari angkatan 1957 hingga 2014. Alasan yang digunakan GAR ITB itu, hampir sama dengan isi surat kepada KASN dan BKN. 

GAR ITB kembali menilai Din telah bersikap konfrontatif terhadap lembaga negara dan keputusannya. Klaim tersebut merujuk pada pernyataan Din yang dianggap melontarkan tuduhan tentang adanya ketidakjujuran dalam proses peradilan MK di Pilpres 2019 lalu.

 

Selama ini, Din memang kerap melontarkan kritik tajam ke pemerintah. Din merupakan deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) bersama eks Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo dan tokoh Nahdlatul Ulama (NU) Prof Rochmat Wahab.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement