Tokoh masyarakat Desa Ujunggebang, Kusnato bercerita, tingginya laju abrasi pantai telah menenggelamkan dua dusun di Desa Ujunggebang sekitar 1994. Yakni, Dusun Plentong dan Dusun Ujunggebang. Ada sekitar 2.000 hektare luas daratan yang hilang, yang terdiri dari ribuan rumah, sawah dan tambak milik warga.
Semuanya hilang terkubur menjadi lautan, bersama dengan balai desa, bangunan sekolah dasar (SD), masjid, lapangan bola maupun pemakaman umum. Warga pun harus terusir dari kampung mereka sendiri dan pindah ke dusun-dusun lainnya di Desa Ujunggebang.
Dusun Ujunggebang, dulunya berlokasi sekitar dua kilometer dari bibir Pantai Plentong yang sekarang. Sedangkan Dusun Plentong, lokasinya lebih jauh lagi karena terletak setelah Dusun Ujunggebang. Dusun Plentong itulah yang dulunya berbatasan langsung dengan laut.
Peristiwa memilukan itu membuat warga menjadi abai dengan keberadaan pantai di desa mereka. Kondisi pantai akhirnya menjadi kotor dan rusak.
Apalagi, pantai yang dulunya tak bernama itu menjadi muara dari sungai desa-desa lain yang ada di hulu Desa Ujunggebang. Sampah yang terbawa aliran sungai, dipastikan akan terbuang ke laut. Warga setempat juga ikut membuang sampah ke pantai tersebut.
"Jangankan warga dari luar daerah, warga di sini pun tidak ada yang mau menengok pantai ini karena kondisinyai yang kotor dan terkesan angker," tutur Kusnato, saat ditemui Republika di kediamannya.
Hal itu membuat Kusnato merasa prihatin. Dia menilai, pantai tersebut sesungguhnya potensi besar yang dapat meningkatkan perekonomian warga.