Senin 15 Feb 2021 17:47 WIB

Kemiskinan Naik Dua Digit, Dirjen PFM: Tunggu Arahan Mensos

Efektivitas bansos terkait warga miskin ditentukan DTKS yang berasal dari daerah

Rep: amri amrullah/ Red: Hiru Muhammad
Warga berdiri di depan rumah gubuk tak layak huni miliknya, di Desa Utengkot, Lhokseumawe, Aceh, Rabu (3/2/2021). Dirjen Penanganan Fakir Miskin Kementerian Sosial Asep Sasa Purnama mengatakan, Tahun 2021 pemerintah melanjutkan bantuan sosial perbaikan rumah tak layak huni (RTLH) bagi masyarakat miskin sebesar Rp15 juta per KK per unit, program penanganan kemiskinan esktrem.
Foto: Antara/Rahmad
Warga berdiri di depan rumah gubuk tak layak huni miliknya, di Desa Utengkot, Lhokseumawe, Aceh, Rabu (3/2/2021). Dirjen Penanganan Fakir Miskin Kementerian Sosial Asep Sasa Purnama mengatakan, Tahun 2021 pemerintah melanjutkan bantuan sosial perbaikan rumah tak layak huni (RTLH) bagi masyarakat miskin sebesar Rp15 juta per KK per unit, program penanganan kemiskinan esktrem.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Badan Pusat Statistik (BPS) baru saja merilis kenaikan dua digit jumlah angka kemiskinan terbaru yang dihitung sejak September 2020 hingga awal 2021, mencapai 27,55 juta jiwa. Terkait kenaikan orang miskin ini, Dirjen Penanganan Fakir Miskin (Dirjen PFM)  Kementerian Sosial (Kemensos) Asep Sasa Purnama ketika dikonfirmasi langkah Kemensos memilih enggan berkomentar, sebelum ada arahan dari Menteri Sosial Tri Rismaharini.

Asep tidak menanggapi pertanyaan wartawan, terkait naiknya angka kemiskinan menjadi dua digit. Bahkan ketika ditanyakan langkah Kemensos agar bansos yang dijalankan kembali di 2021 lebih bisa terukur. Asep hanya meminta agar pertanyaan diarahkan ke Mensos.

"Saran saya pertanyaan diarahkan ke Bu Mensos saja ya. Agar jawabannya komprehensif dan resmi oleh Mensos," kata Asep sambil menolak wawancara wartawan via whatsapp, Senin (15/2).

Asep bahkan meminta agar selanjutnya setiap pertanyaan diajukan secara formal tertulis melalui Biro Humas, dan tidak lagi ke pejabat Dirjen. "Disampaikan ke biro Humas saja atau ke Sekjen pak. Supaya penjelasannya komprehensif," katanya. Karena ia menilai penjelasannya soal angka kemiskinan ini mungkin tidak bisa komprehensif."Karena penjelasannya lumayan pak," tambahnya.

Sebelumnya Menteri Sosial Risma dalam beberapa kesempatan, termasuk saat raker dengan Komisi VIII pertengahan Januari 2020 lalu mengakui memang ada penambahan jumlah masyarakat miskin akibat Covid-19. Karena itu untuk efektivitas program bansos mencakup penambahan warga miskin akibat pandemi ini ditentukan perbaikan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

Sampai saat ini, diakui Risma, proses perbaikan DTKS masih berlangsung, termasuk pihaknya juga memperbaiki parameter kemiskinan di masyarakat. "Jadi parameternya akan kita susun lagi bersama-sama. Saya berharap untuk parameter kemiskinan ini supaya bisa tepat di tiap daerah sehingga bisa menutupi ketika ada penambahan jumlah masyarakat miskin," kata Risma.

Risma juga mengakui perbaikan DTKS dan parameter kemiskinan ini sudah melibatkan banyak lembaga dan kementerian. Termasuk, diakui dia, adalah keterlibatan perguruan tinggi dalam memberi masukan berbagai parameter kemiskinan baru. Sayangnya hingga saat ini, DTKS yang telah disempurnakan masih belum selesai, karena terkendala pengembalian dari daerah.

Kendala DTKS

Kendala penyempurnaan DTKS terbaru untuk bisa menjangkau penambahan angka kemiskinan baru tersebut diakui Kepala Bidang Diseminasi Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kemensos, Ujang Taufik Hidayat. Menurut Ujang, finalisasi data dari daerah, agar menyerahkan data terbaru dan terupdate ke Kemensos banyak yang terlambat. Inilah yang menjadi kendala terhambatnya penyelesaian DTKS di Kemensos.

Ujang mengungkapkan beberapa daerah menyebut alasan lambatnya pengembalian data dari daerah karena proses perbaikan data secara verbal juga terlambat. Salah satu faktor krusial yang banyak terjadi di daerah karena belum cairnya anggaran untuk verifikasi verbal di daerah, guna petugas agar bisa turun langsung mengecek di lapangan.

"Jadi finalisasi yang harusnya selesai bulan Februari ini, terkendala karena lebih banyak anggarannya (di daerah) yang belum bisa dicairkan. Kalaupun ada belum maksimal, mekanisme pencairan anggaran untuk perbaikan DTKS di daerah untuk verbal, verifikasi dan validasinya. Disitu letak persoalannya," ujar Ujang.

Sehingga, lanjut dia, kalau persoalan pencairan anggaran di daerah ini, Kemensos tidak bisa berbuat banyak. Tetapi memang, ketika saat ini mekanisme perbaikan data dilakukan setiap bulan, maka daerah seharusnya bisa kapanpun mengajukan pencairan anggaran. "Dan kita tidak akan batasi kedepannya," imbuhnya.

Karena ia menekankan Kemensos sangat berhati-hati dalam penggunaan anggaran ini. Untuk itu Kemensos mewanti-wanti kepada daerah, jangan sampai data perbaikan DTKS di daerah yang masuk ke Kemensos tidak ada pengesahan dari kepala daerah. Ia menegaskan ini sebagai bentuk pertanggungjawaban.

Selain itu, lanjut Ujang, Kemensos pun akan berusaha fleksibel. Dalam arti, apabila ada perbaikan data kembali, dan masih belum memiliki pengesahan dari kepala daerah, maka tidak perlu diserahkan dahulu, tidak apa-apa. Data tersebut bisa disempurnakan untuk bulan depan."Ketika semua persyaratan sudah terpenuhi baru diserahkan. Biasanya di surat pengesahan di Bupati/Wali Kota, ini masalah teknis di daerah juga," ungkapnya.

Namun Kemensos juga tetap berharap kepada daerah yang sudah menyelesaikan perbaikan data dan memiliki pengesahan dari kepala daerah untuk segera menyerahkan ke Kemensos. Karena Ujang menyebut memang seharusnya pekan ini adalah finalisasi data dari daerah dan seharusnya sudah ditutup.

Namun ia kembali menekankan bukan berarti Kemensos tidak menerima data lagi dari daerah. "Kami masih menerima, khususnya data yang hanya tinggal mendapat persetujuan dari masing-masing kepala daerah," katanya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement