REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kritikan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan terhadap pihak Kepolisian atas meninggalnya Ustadz Maaher At-Thuwailibi atau Soni Eranata berbuntut panjang. Akibat kritikannya tersebut, Novel dilaporkan oleh oleh DPP Pemuda, Pelajar, dan Mahasiswa Mitra Kamtibmas (PPMK) dengan tuduhan melakukan ujaran provokasi dan hoaks.
"Kami sangkakan beliau dengan pasal berita bohong sesuai pasal 14 15 UU no 1 tahun 1946 dan juga UU ITE pasal 45A ayat 2 jo pasal 28 ayat 2 UU 18 tahun 2016 tentang perubahan atas UU nomor 11 tahun 2008," ujar Waketum DPP PPMK, Joko Priyoski di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (11/2).
Selain dilaporkan ke Bareskrim Polri, Novel juga diadukan ke Dewan Pengawas KPK. Menurut Joko, bukan kewenangan Novel sebagai penyidik KPK untuk mengomentari meninggalnya Ustadz Maaher di rumah tahanan Bareskrim Polri pada Senin (9/2) sekitar pukul 19.00 WIB. Joko meminta agar dewan pengawas lembaga antirasuah tersebut memberikan sanksi terhadap Novel.
"Kami juga akan mendesak dewan pengawasan KPK untuk segera memberikan sanksi pada saudara novel baswedan untuk ujaran tersebut," pinta Joko
Sebelumnya melalui akun twitter @nazaqista, Novel mengkritik pihak kepolisian atas meninggalnya Ustadz Maaher di Rutan Bareskrim Polri. Ia mempertanyakan pihak Kepolisian yang tetap melakukan penahanan terhadap Ustadz Maaher meski dalam kondisi sakit. Harusnya, kata Novel, aparat penegak hukum tidak keterlaluan dalam menangani perkara yang bukan extraordinary crime.
“Innalillahi Wa Innailaihi Rojiun. Ustadz Maaher meninggal di rutan Polri. Padahal kasusnya penghinaan, ditahan, lalu sakit. Org sakit, kenapa dipaksakan ditahan? Aparat jgn keterlaluanlah. Apalagi dgn Ustadz. Ini bukan sepele lho..” cuit Novel dalam akun twitter @nazaqista.