Kamis 11 Feb 2021 15:09 WIB

Penggunaan Air Selama Pandemi Naik 3 Kali Lipat

Penggunaan air saat pandemi menjadi 20-25 liter per orang per hari.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Friska Yolandha
Warga mencuci tangan pada fasilitas yang disediakan di Kampung Tangguh Jaya RW 9, Johar Baru, Jakarta Pusat.
Foto: ADITYA PRADANA PUTRA/ANTARA FOTO
Warga mencuci tangan pada fasilitas yang disediakan di Kampung Tangguh Jaya RW 9, Johar Baru, Jakarta Pusat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Water Institute melakukan kajian  terkait penggunaan air bersih seama pandemi Covid-19 pada periode 15 Oktober hingga 12 November 2020 dengan melibatkan 1.296 responden di Indonesia. Pendiri Indonesia Water Institute Firdaus Ali mengatakan penggunaan air bersih saat pandemi meningkat signifikan. 

“Dalam kajian kami meskipun masih kajian awal, peningkatan penggunaan air bersih sampai 3 kali lipat dari keadaan sebelumnya,” kata Dirdaus dalam Webinar Pola Konsumsi Air Bersih Masyarakat Selama Pandemi Covid-19, Kamis (11/2). 

Dia menuturkan hal tersebut perlu disikapi karena saat ini Indonesia masih berupaya keras dalam menyediakan air bersih. Terutama dalam menyediakan air dari perpipaan yang digunakan masyarakat.

Dia menuturkan, peningkatan konsumsi air bersih juga diikuti dengan peningkatan belanja atau beban ekonomi masyarakat sampai 20 persen untuk membeli air bersih. “Ironisnya, kondisi peningkatan belanja masyarakat untuk air bersih terjadi pada saat sebagian besar dari masyarakat mengalami penurunan yang drastis dalam hal pendapatan mereka akibat pandemi,” jelas Firdaus. 

Firdaus menjelaskan, Indonesia Water Institute pada 2013 juga pernah melakukan kajian untuk tingkat konsumsi air bersih di masyarakat. Khususnya penggunaan air bersih untuk mandi, cuci tangan, masak, hingga mencuci pakaian. 

“Kami beruntung melakukan kajian ini (saat 2013) dan 2020 bisa membandingkan angka lain. Ini (kajian yang dilakukan saat 2013 dan 2020) sebagian besar di Jakarta,” tutur Firdaus. 

Dengan melakukan perbandingan kajian tersebut, Indonesia Water Institute mencatat sebelum pandemi pada 2013 penggunaa air bersih untuk mandi mencapai 50-70 liter perorang perhari. Sementara saat pandemi pada 2020, penggunaan air bersih untuk mandi mencapai 150 liter sampai 210 liter per orang per hari. 

Penggunaan air bersih untuk cuci tangan sebelum pandemi mencapai 4-5 liter per orang per hari dan saat pandemi menjadi 20-25 liter per orang per hari. Sementara untuk masak da mencuci baju penggunaan air masih tetap sama yaitu masing-masing 45-90 liter perhari peruah dan 100-150 liter per hari per rumah. 

Firdaus mengatakan, total konsumsi air bersih untuk rumah tangga sebelum pandemi 415-615 liter per hari per rumah. Sementara penggunaan air untuk rumah tangga setelah pandemi mencapai 995-1.415 liter per hari per rumah. 

“Ini besar sekali, karena hasil kajian di DKI Jakarta rata-rata pengguna air bersih per ulkapita 225 liter per orang per hari pada 2012. Sekarang untuk mandi sampai dengan 200 liter. Belum kebutuhan lain,” ungkap Firdaus. 

Menyikapi kajian tersebut, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hasimuljono mengapresiasi riset tersebut. “Ini mungkin pertama hasil studi selerti ini di Indonesia,” ujar Basuki dalam kesempatan yang sama. 

Basuki memastikan, hasil kajian yang dilakukan Indonesia Water Institute dapat memeberikan masukan kepda Kementerian PUPR. Khususnya dalam menyusun program prioritas penyediaan air bersih di Indonesia. 

Selain itu, Basuki mengakui selama pandemi Covid-19 membuat peradaban baru mulai dari kebiasaan cuci tangan hingga menjaga jarak fisik. “Mandi bisa tiga kali sehari, sekarang di mana-mana disediakan tampungan untuk cuci tangan,” jelas Basuki. 

Meskipun begitu, Basuki meyakini pada dasarnya ketersediaan air sebenarnya mencukupi. Jika air kualitasnya buruk bahkan ada yang kesulitan mendapatkan air bersih, Basuki menilai yang menjadi masalah yakni manajemen dan harus diperbaiki. 

Persoalan tarif untuk menyediakan air bersih juga menurut Basuki masih menjadi kendala. Untuk itu, Basuki menegaskan Kementerian PUPR sangat membutuhkan riset tersebut untuk membuat kebijakan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement