Rabu 10 Feb 2021 00:10 WIB

Miris dengan Kematian Ustazd Maaher, Ini Kata Novel Baswedan

Aparat tak seharusnya berlebihan menangani perkara yang bukan extraordinary crime.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Agus Yulianto
Penyidik KPK Novel Baswedan memberikan keterangan kepada wartawan.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Penyidik KPK Novel Baswedan memberikan keterangan kepada wartawan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan merasa miris mendengar kabar meninggalnya Ustaz Maaher At Thuwailibi alias Soni Ernata atau Djudju Purwantoro di Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Polri pada Senin (8/2) malam. Novel meminta, agar aparat penegak hukum tidak berlebihan dalam menangani perkara yang bukan extraordinary crime

Innalillahi Wa Innailaihi Rojiun. Ustadz Maaher meninggal di rutan Polri. Padahal kasusnya penghinaan, ditahan, lalu sakit. Orang sakit, kenapa dipaksakan ditahan? Aparat jangan keterlaluanlah. Apalagi dengan Ustadz. Ini bukan sepele lho..” kata Novel Baswedan melalui akun twitter @nazaqista, Selasa (9/2). 

Mabes Polri telah memberikan penjelasan seputar meninggalnya Ustaz Maaher. Adapun, perkara almarhum sudah masuk tahap 2 dan sudah diserahkan ke kejaksaan, tapi sebelum tahap 2 yang bersangkutan mengeluh sakit. 

"Kemudian, petugas rutan termasuk tim dokter membawanya ke RS Polri Kramat Jati. Setelah diobati dan dinyatakan sembuh, yang bersangkutan dibawa lagi ke Rutan Bareskrim," ujar Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono, Senin (8/2).

Menurut Argo, setelah tahap dua selesai, barang bukti dan tersangka diserahkan ke jaksa, Maaher kembali mengeluh sakit. Lagi-lagi, petugas rutan dan tim dokter menyarankan agar dibawa ke RS Polri, tapi yang bersangkutan tidak mau sampai akhirnya meninggal dunia.

"Soal sakitnya apa, tim dokter yang lebih tahu. Jadi, perkara Ustaz Maaher ini sudah masuk tahap 2 dan menjadi tahanan jaksa," terang Argo. 

Baca juga : Komnas HAM Dalami Penyebab Kematian Ustaz Maaher di Tahanan

Sebelumnya, Ustaz Maaher ditetapkan sebagai tersangka karena diduga telah melakukan penghinaan terhadap Habib Luthfi. Dia dijerat Pasal 45 ayat (2) Juncto Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Dengan ancaman hukuman maksimal enam tahun penjara. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement