YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Dr Busyro Muqoddas mengungkapkan masyarakat termasuk Polri dihadapkan pada pusaran problem. Salah satu problem yang disoroti adalah melebarnya kekerasan dan radikalisme politik yang berdampak destruktif pada kesenjangan sosial yang semakin meluas.
Busyro Muqoddas merupakan sosok yang sudah malang melintang selama 40 tahun berkhidmat di dalam penegakkan hukum dan dalam dunia advokasi. “Salah satu pengamatan saya menyimpulkan memang kekerasan dan radikalisme politik lebih menonjol daripada bentuk-bentuk yang lain, serta dampaknya lebih luas dan kompleks,” ungkap Busyro Muqoddas, Kamis (4/2/2021).
Dalam Webinar “Reformasi Polri: berharap kepada Kapolri Baru?” Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah tersebut, Mantan Ketua KPK itu menyebutkan beberapa problem selain radikalisme politik. Pertama, adanya penurunan atau demoralisasi birokrasi negara yaitu berkisar konsistensi etika kebangsaan dan kebertuhanan
Kedua, problem defisit dan darurat demokrasi yaitu disorientasi legislasi sebagai pemicu, penyulut dan sekaligus sumbu demokrasi transaksional. “Paling tidak ada tiga regulasi yaitu UU Parpol, UU Pemilu, dan UU Pilkada disamping yang lainnya,” ungkap Busyro Muqoddas.
Problem ketiga adalah terbentuk dan menguatnya state capture corruption. “Kita dikejutkan dengan angka IPC tahun 2020 baru kali ini anjlok 3 poin, kemudian disusul survei Globar Corruption Barometer yang antara lain menyebutkan 92% percaya ada korupsi di pemerintah termasuk salah satunya mega skandal Bansos yang amat menyakitkan hati seluruh rakyat Indonesia,” tutur Busyro Muqoddas. Selain itu, adanya juga kebangkitan akar budaya korupsi berupa politik dinasti dalam Pemilu – Pilkada. (Riz)