Kamis 04 Feb 2021 21:37 WIB

'Batalkan Rencana Kebijakan Pemotongan Insentif Nakes!'

Beredar surat Menkeu berisi pengurangan insentif nakes yang kemudian diklarifikasi.

Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin meninjau pelaksanaan Vaksinasi Massal bagi tenaga kesehatan dosis pertama vaksin COVID-19 Sinovac di Istora Senayan, Jakarta, Kamis (4/2/2021). Kementerian Kesehatan dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggelar vaksinasi dengan menargetkan sebanyak 6.000 orang tenaga kesehatan yang bertugas di fasilitas kesehatan milik pemerintah dan swasta di DKI Jakarta.
Foto: SETPRES-KRIS/ANTARA
Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin meninjau pelaksanaan Vaksinasi Massal bagi tenaga kesehatan dosis pertama vaksin COVID-19 Sinovac di Istora Senayan, Jakarta, Kamis (4/2/2021). Kementerian Kesehatan dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggelar vaksinasi dengan menargetkan sebanyak 6.000 orang tenaga kesehatan yang bertugas di fasilitas kesehatan milik pemerintah dan swasta di DKI Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Adinda Pryanka, Rr Laeny Sulistyawati, Antara

Belakangan beredar isu pemotongan insentif tenaga kesehatan (nakes) yang terlibat dalam penanganan pandemi Covid-19 menyusul terbitnya surat yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani ke Menteri Kesehatan Budi Gunawan Sadikin bernomor S-65/MK.02/2021 terkait Permohonan Perpanjangan Pembayaran Insentif Bulanan dan Santunan Kematian Bagi Tenaga Kesehatan dan Peserta PPDS (Program Pendidikan Dokter Spesialis) yang Menangani Covid-19.

Baca Juga

Dalam surat tersebut, terlihat bahwa pemotongan terbesar terjadi pada insentif dokter spesialis. Pada tahun lalu, besaran insentifnya mencapai Rp 15 juta per bulan yang dipangkas setengahnya menjadi Rp 7,5 juta per bulan pada tahun ini.

Sementara itu, insentif untuk peserta program pendidikan dokter spesialis juga turun dari Rp 12,5 juta per bulan menjadi Rp 6,25 juta per bulan. Dokter umum dan gigi mendapatkan insentif Rp 5 juta per bulan, dari sebelumnya Rp 10 juta per bulan. Insentif untuk bidan dan perawat juga turun dari Rp 7,5 juta per bulan menjadi Rp 3,75 juta per bulan.

Tenaga kesehatan lainnya yang ikut menangani Covid-19 mendapat insentif Rp 2,5 juta, turun dari nilai pada tahun lalu, sebesar Rp 5 juta per bulan. Terakhir, untuk santunan kematian bagi tenaga medis yang meninggal karena terinfeksi Covid-19 diberikan dengan nilai yang sama, yaitu Rp 300 juta.

"Satuan biaya tersebut merupakan batas tertinggi yang tidak dapat dilampaui," tulis surat itu, seperti dikutip Republika pada Rabu (3/2).

Rencana pemerintah memangkas insentif bagi tenaga kesehatan yang terlibat dalam penanganan Covid-19 kemudian menuai kritik dari Koalisi Warga untuk Keadilan Akses Kesehatan yang meliputi Indonesia Corruption Watch (ICW), LaporCovid19, Lokataru Foundation dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).

"Kami mendesak agar pemerintah membatalkan kebijakan terkait pemotongan insentif bagi tenaga kesehatan dan segera merealisasikan pemberian insentif dan santunan kematian kepada tenaga kesehatan," kata perwakilan koalisi, Wana Alamsyah.

Wana mengemukakan adanya penurunan alokasi dana untuk penanganan Covid-19 dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021. Menurut dia, pemerintah pada 2020 mengalokasikan anggaran kesehatan khusus untuk penanganan Covid-19 sebesar Rp87,55 triliun, namun menurunkannya menjadi Rp60,5 triliun pada 2021.

"Pemotongan insentif bagi tenaga kesehatan ini diduga disebabkan adanya penurunan alokasi anggaran untuk Covid-19," katanya.

Wana juga mengatakan bahwa sampai sekarang masih banyak tenaga kesehatan yang belum menerima insentif atau santunan dari pemerintah.

"Masih banyaknya tenaga kesehatan yang belum mendapatkan insentif dan santunan kematian salah satu penyebabnya karena belum tata kelola data yang dimiliki oleh pemerintah buruk," kata Wana.

Berdasarkan data LaporCovid-19 per 26 Januari 2020, ada 75,6 persen atau sekitar 120 orang dari 160 tenaga kesehatan yang belum mendapatkan insentif yang dijanjikan pemerintah. Menurut data tersebut, 24 persen lain tenaga kesehatan menerima insentif namun nilainya tidak sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan No. 447/2020.

"Pemerintah harus segera memperbaiki data terkait dengan penyaluran insentif dan santunan kematian bagi tenaga kesehatan. Kami minta BPK, KPK segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap anggaran penanganan Covid-19," kata Wana.

photo
Indonesia dan Negara-Negara dengan 1 Juta Kasus Covid-19 - (Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement