Kamis 04 Feb 2021 18:22 WIB

Soal Dinar, Polisi Disarankan Tunda Penahanan Zaim Saidi

Penggunaan uang non Rupiah juga banyak dilakukan di daerah perbatasan.

Ekonom Indef Dradjad Wibowo
Foto: tangkapan layar
Ekonom Indef Dradjad Wibowo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ekonom Indef Dradjad Hari Wibowo menyarankan Polri untuk menangguhkan penahanan terhadap Zaim Saidi. Hal ini karena penggunaan uang nonrupiah juga banyak dilakukan di daerah perbatasan.

“Mudah-mudahan, Kapolri Jenderal Sigit mau menerapkan falsafah pener dalam bahasa Jawa untuk kasus ini,” kata Dradjad kepada Republika, Rabu (4/2). Hal itu akan menjadi langkah yang bijak dan sangat bermanfaat bagi semua pihak.

Ada sejumlah alasan atas usulannya tersebut. Pertama, dari sisi UU Mata Uang (UU 7/2011), penggunaan dinar dan dirham untuk bertransaksi memang melanggar UU dan diancam pidana. Jadi, Polri benar dalam penegakan hukum kasus ini.

"Namun, dari sisi UU Mata Uang, pidananya adalah ringan. Karenanya, langkah persuasif akan sangat bagus jika diterapkan,” kata Dradjad.

Kedua, pada 2017 Agus Martowardoyo, gubernur BI waktu itu, pernah menyatakan berhasil menurunkan transaksi di dalam negeri yang menggunakan valas. Sebelumnya, jumlah transaksi tersebut adalah 6 miliar dolar AS-8 miliar dolar AS sebulan. Tahun 2017 turun menjadi 1,3 miliar dolar AS atau lebih dari Rp 18 triliun sebulan atau lebih dari Rp 216 triliun setahun.

Artinya, kata Dradjad, pada saat itu masih banyak pihak yang bertransaksi memakai valas, padahal seharusnya memakai rupiah. "Pertanyaannya, apakah mereka ditahan?” tanya Dradjad.

Yang muncul di berita, kata Dradjad, BI di bawah Agus Marto dibantu instansi lain termasuk Polri melakukan sosialisasi ke perbatasan Kalimantan, Batam, dan daerah lain. Agus Marto bahkan menemui sebagian menteri untuk membantu penggunaan rupiah di dalam negeri.

Ketiga, dari yang saya baca, pasar muamalah itu sudah cukup lama, meski hanya berjalan beberapa jam sepekan sekali. Pertanyaannya, pernahkah BI melakukan sosialisasi agar pasar tersebut memakai rupiah?

Keempat, masih banyak rakyat Indonesia yang memakai mata uang asing, terutama di perbatasan. Bahkan, di salah satu daerah di Kalimantan, pedagang yang memakai valas juga menjadi nasabah bank BUMN. Itu dalam berita akhir Desember 2020, masih baru saja.

Mereka jelas melanggar UU Mata Uang. Tapi, apakah mereka akan ditangkapi semuanya?

Kelima, Zaim ini cukup banyak jasanya dalam penguatan masyarakat sipil (civil society) di Indonesia. Zaim pernah di YLKI, Walhi, dan juga LEI (Lembaga Ekolabel Indonesia). "Saya sendiri pernah menjadi Direktur Eksekutif LEI,” ungkap Dradjad yang juga Ketua Dewan Pakar PAN itu.

Dradjad mengaku, tidak kenal dekat dengan Zaim secara pribadi. Zain satu tahun di atas Dradjad di kampus IPB. Zaim sempat setahun menjadi pengurus DPP PAN 1999-2000. Tapi, mengingat jasa-jasanya, rasanya cukup bijak jika penahanannya ditangguhkan.

Mengenai penggunaan Pasal 9 UU No 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, Dradjad mengatakan, bukan ahli hukum untuk menafsirkannya. Dradjad hanya berpesan dengan langkah pener, langkah bijak, tali persaudaraan sesama anak bangsa akan lebih kuat. Ini diperlukan untuk menghadapi pandemi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement