Kamis 04 Feb 2021 05:34 WIB

Kasus SMKN 2 Padang Berujung SKB Larangan Pemaksaan Jilbab

Menag Yaqut Cholil Qoumas menilai kasus SMKN 2 Padang hanyalah fenomena gunung es.

SMK Negeri 2 Padang yang sedang jadi sorotan karena pro kontra aturan siswi memakai jilbab|.
Foto:

Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Dudung Nurullah Koswara menyambut baik SKB tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut di Lingkungan Sekolah. Menurutnya, sekolah negeri adalah tempat keberagaman dan tidak seharusnya menekan siswa untuk menggunakan pakaian beratribut agama.

"Saya termasuk yang setuju bahwa sekolah negeri adalah sekolah yang multi atau beragam latar belakang anak, keluarga, bahkan agama. Sehingga seragam sekolah idealnya tidak melahirkan satu tekanan pada anak didik tertentu," kata Dudung, dihubungi Republika, Rabu (3/2).

Ia berpendapat, kebijakan yang disampaikan oleh pemerintah tidak terlalu bermasalah dan menyampaikan betapa pentingnya moderasi dalam beragama. Jangan sampai, kata dia, karena agama tertentu sehingga merugikan anak-anak tertentu.

"Agama itu adalah pilihan, warisan dari kedua orang tuanya sehingga semua penganut agama harus bisa merasa aman, nyaman, dan tidak tertekan," kata Dudung menambahkan.

Lebih lanjut, ia mengatakan, dalam proses pendidikan yang terpenting adalah pendidikan karakter atau pendidikan yang menguatkan akhlak peserta didik. Seragam atau pakaian merupakan satu hal penting yang bisa dikaitkan dengan menguatkan karakter atau kekhasan agama tertentu.

Namun, sekolah negeri mestinya menggambarkan tentang dunia yang penuh ragam. "Kecuali sekolah-sekolah khusus, sekolah swasta yang memang sekolah agama tertentu sehingga pembentukan karakter anak terkait dengan penguatan karakter pendidikan agama," kata dia lagi.

Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menilai perlu ada penegasan dalam SKB tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut di Lingkungan Sekolah. Kabid Advokasi P2G Iman Zanatul Haeri mengatakan, SKB ini justru berpeluang untuk mencederai hak beragama di masyarakat.

Peraturan yang disusun di dalam SKB ini bisa diartikan bahwa pemerintah dan sekolah negeri tidak boleh mewajibkan siswanya menggunakan seragam beratribut agama. Di satu sisi, terdapat ajaran agama yang mewajibkan umatnya untuk menggunakan atribut tertentu.

"Tiap agama kan memiliki sisi konservatif dimana setiap agama ingin penganutnya menjalankan kewajibannya. Nah, ini bagaimana kementerian terkait dalam mengakomodasi keinginan atau hak beragama orang-orang tersebut?" kata Iman, pada Republika, Rabu (3/2),

Iman menjelaskan, orang-orang tersebut juga ingin agar ajaran agama ini bisa terlaksana. Misalkan kewajiban menutup aurat atau menggunakan jilbab bagi perempuan. Jika melihat SKB ini, maka siswi muslim juga tidak boleh diwajibkan menggunakan jilbab.

"Yang awalnya melalui perda ada intervensi terhadap kehidupan lingkungan sekolah dengan perubahan ataupun pemaksaan terhadpa sekolah, sekarang justru negara mengatakan tidak mewajibkan, sehingga orang tidak punya legitimasi untuk misalkan mewajibkan umatnya untuk menjalankan agamanya," kata Iman.

Pemaksaan atribut agama tertentu kepada seseorang yang berbeda agamanya memang salah. Namun, Iman mempertanyakan bagaimana dengan siswa yang agamanya sama dengan atribut keagamaan tersebut.

Selain itu, ia juga berharap agar Kementerian Dalam Negeri mengumumkan daerah-daerah mana saja yang melakukan pelanggaran. "Artinya, kita sebagai masyarakat kan butuh kepastian, mana nih yang melanggar, sekolah ini melanggar atau tidak," kata Iman menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement