Rabu 03 Feb 2021 20:20 WIB

Isu Rp 100 Juta per DPC dan Dualisme Partai di Era Jokowi

Demokrat menyelidiki isu adanya uang dalam jumlah tak terbatas disebar untuk DPC.

Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko melambaikan tangan usai memberi keterangan pers di kediamannya kawasan Menteng, Jakarta, Rabu (3/2/2021). Moeldoko membantah tudingan kudeta kepemimpinan Partai Demokrat di bawah Agus Harimurti Yudhyono (AHY) demi kepentingannya sebagai calon presiden pada pemilihan umum tahun 2024 mendatang.
Foto:

Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI), Ujang Komarudin menilai, jika para kader Partai Demokrat yang disangkakan terbukti melakukan upaya kudeta tersebut terbukti, maka pemerintah dalam bahaya.

"Jika dugaan ada orang lingkaran Istana yang akan mengkudeta Demokrat. Itu sebuah malapetaka bagi pemerintah. Kerena publik akan mengecam tindakan itu," kata Ujang kepada Republika, Rabu (3/2).

Sepengamatannya sejumlah partai seperti PPP, Golkar, Hanura pernah mengalami dualisme. Tidak hanya itu, Amien Rais juga dikudeta dari PAN, yang katanya juga disokong oleh kekuasaan.

"Partai Berkarya juga dikudeta. PKS juga terpecah, dengan lahirnya Partai Gelora Indonesia," ujarnya.

Saat ini, ia melihat upaya serupa sedang dialami Partai Demokrat. Indikasi itu disebut menguat dengan adanya gerakan pertemuan elite Istana dengan eks kader dan kader demokrat.

"Ini tentu membuktikan bahwa ada anasir dan publik akan menilai bahwa yang selama ini yang mengobok-obok dan memecah belah partai merupakan oknum yang sedang punya kuasa. Jika ini terjadi, tentu tak bagus bagi perkembangan demokrasi, ini sama saja membajak demokrasi dan mengkudeta demokrasi," tuturnya.

"Jika kita lihat kasus Partai Berkarya yang dikudeta. Maka dugaan kudeta pada Demokrat itu mungkin saja terjadi. Dan di politik semua mungkin dan semua bisa terjadi," imbuhnya.

Melihat nasib partai-partai yang dipecah, sejumlah partai seperti PPP dan Golkar bisa dibilang selamat, lantaran masih masuk pemerintahan. Sementara Hanura gagal karena tersingkir dari Senayan.

Jika Demokrat gagal dari usaha kudeta, maka paling tidak Demokrat suaranya akan naik di Pemilu yang akan datang. Dan AHY akan diperhitungkan sebagai capres atau cawapres," ungkapnya.

Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago menilai, Partai Demokrat beruntung masih bisa selamat dari upaya adu domba dan penggembosan kekuasaan oleh pihak eksternal. Jika tidak diatasi cepat, bukan tidak mungkin Partai Demokrat akan bernasib sama seperti beberapa partai lain yang sempat mengalami dualisme kepemimpinan.

"Partai Demokrat selamat dan lolos dari operasi khusus mengambil paksa/kudeta terhadap partai tersebut, yang tidak sesuai dengan selera kekuasaan," kata Pangi kepada Republika, Rabu (3/2).

Tidak heran jika Partai Demokrat disasar dalam gerakan tersebut. Sebab menurutnya partai berlambang mercy tersebut selama ini dinilai cukup kritis terhadap kebijakan penguasa.

"Paling tidak Partai Demokrat cukup mahir dan piawai mengendus dan mampu dengan cepat mengantisipasi upaya politik belah bambu menyasar partai tersebut, berhasil menggagalkannya, akibat operasi tersebut mengalami patahan di tengah jalan," ujarnya.

Sama seperti Ujang, Pangi juga merujuk sejumlah dualisme kepemimpinan partai terjadi selama pemerintahan Joko Widodo (Jokowi). Sebut saja Partai Golkar via munas Ancol dan Bali, PPP pada munaslub Jakarta dan Surabaya, hingga Partai Berkarya yang berujung pada lengsernya Tommy Soeharto.

"Polanya sebenarnya sama memanfaatkan eks kader yang kecewa dan dipecat, mengambil dan memanfaatkan momentum benturan faksi yang kian mengeras, menyelenggarakan munaslub,  Kemenkumham yang mengesahkan kepengurusan yang sah (SK) sesuai selera chemestry kekuasaan, cenderung partai oposisi menjadi target dan korban operasi khusus tersebut," ungkapnya.

Ia menilai jika upaya kudeta terhadap Partai Demokrat berhasil, ia meragukan  masih ada partai yang mau mengambil jalan sebagai partai oposisi. Sebab jika masih ada partai yang tidak sesuai dengan kemauan penguasa, maka dikhawatirkan berujung tragis.

"Mungkin itu juga mengapa ketua umum partai lainnya cari selamat dan cari aman maka pilihannya bergabung ke gerbong koalisi pemerintah," tuturnya.

Dirinya memandang, cara demikian bisa menjadi candu permainan bagi penguasa yang punya logistik. Menurutnya pengambilan paksa partai via munaslub melalui pengesahan kepengurusan SK Kemenkumham, tentu lebih jalan pintas menjadi ketua umum partai, ketimbang mendirikan partai baru yang membutuhkan usaha, biaya dan pengorbanan yang tak sedikit.

"Maka ada pikiran liar mengambil alih ketum partai dengan cara paksa melalui munaslub sangat menjanjikan ketimbang mendirikan partai baru dari fenomena dan bentangan emperisme selama ini," ungkapnya.

 

photo
para pembelot demokrat - (Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement