REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Mahkamah Agung (MA) menolak peninjauan kembali (PK) yang sedang diajukan terpidana kasus korupsi Simulator SIM, Djoko Susilo. Bekas Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Mabes Polri itu menggandeng Syamsul Huda Yudha sebagai kuasa hukum. PK sudah didaftarkan pada Selasa (5/1) dengan nomor register: 97 PK/Pid.Sus/2021.
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana memandang, penolakan MA terhadap PK Djoko Susilo sangatlah penting, jika tidak memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam Pasal 263 ayat (2) KUHAP, yakni: 1) Bukti baru; 2) Pertentangan antar putusan; 3) Kekhilafan hakim. Sebab, sering kali para terpidana kasus korupsi beranggapan PK merupakan jalan pintas untuk mendapatkan pengurangan hukuman.
"Apalagi, setelah Artidjo Alkostar purnatugas, putusan pada tingkat PK – khususnya terpidana high profile dan ditangani oleh KPK – kerap mendapatkan hukuman yang lebih rendah ketimbang putusan yang telah incracht sebelumnya, " kata Kurnia dalam keterangannya, Rabu (3/2).
ICW, sambung Kurnia, juga tidak melihat adanya perhatian serius dari Ketua MA terhadap fenomena maraknya vonis ringan yang dijatuhkan pada tingkat PK. Padahal, hal tersebut sangatlah penting.
"Jangan sampai justru institusi kekuasaan kehakiman dikenal publik sebagai tempat pembebasan atau pengurangan hukuman koruptor, " kata Kurnia
ICW juga meminta agar KPK dan Komisi Yudisial (KY) mengawasi secara cermat proses PK yang sedang diajukan para terpidana kasus korupsi. Setidaknya, pengawasan dilakukan untuk memitigasi potensi adanya praktik korupsi atau pun pelanggaran etika dalam proses pemeriksaan PK tersebut.