REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa Indonesia beruntung telah mengamankan pasokan vaksin Covid-19 dari empat raksasa farmasi dari berbagai negara. Indonesia telah memesan vaksin Covid-19 dari empat produsen vaksin yakni Sinovac, Novavax, Pfizer-BioNTech dan AstraZeneca-Oxford.
Selain keempat raksasa farmasi tersebut, pemerintah telah bekerjasama dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan aktif di aliansi vaksin untuk negara berkembang, GAVI enjanjikan 3 hingga 20 persen vaksin dari populasi atau 18 hingga 108 juta dosis vaksin secara gratis.
"Jadi ada empat vaksin yang langsung negosiasi bilateral dan satu sumber dari multilateral. Kita beruntung jadi 40 negara pertama yang bisa melakukan vaksinasi," ujar Menkes dalam dalam Webinar Vaksin Covid-19 untuk Indonesia Bangkit, Sabtu (30/1).
Menurut Menkes, Indonesia memesan vaksin dari empat produsen karena untuk mencegah risiko permasalahan dalam pengiriman vaksin. Ia berkaca pada permasalahan pengadaan vaksin yang saat ini tengah terjadi di Uni Eropa, dimana UE kekurangan vaksin dan mendesak agar kuota vaksinnya segera dipenuhi oleh AstraZeneca.
Selain itu, jumlah vaksin saat ini masih terbatas. Menkes menjelaskan diperlukan sekitar 11 miliar dosis vaksin untuk seluruh dunia, namun kapasitas produksi dari perusahaan-perusahaan vaksin tersebut hanya mencapai 6,2 miliar setahun.
"Jumlah itu termasuk vaksin yang dibutuhkan setiap tahunnya (vaksin selain Covid), jadi perebutan vaksinnya sangat tinggi di seluruh dunia," kata Menkes.
Nantinya, sebanyak 70 persen dari 270 juta penduduk Indonesia akan divaksinasi dalam waktu setahun. Jika dikecualikan ibu hamil, masyarakat di bawah usia 18 tahun, golongan penyakit komplikasi, dan penyintas Covid, maka ada sebanyak 181 juta orang yang ditargetkan untuk divaksinasi.
Masing-masing perlu disuntik sebanyak dua dosis, sehingga diperlukan sekitar 363 juta dosis vaksin. Kemudian ditambah 15 persen cadangan menjadi 426 juta dosis yang akan digunakan untuk memvaksinasi 70 persen rakyat Indonesia. "Kita targetkan dalam 15 bulan, tapi Pak Presiden minta dipercepat sampai 1 tahun," kata Budi.