REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi II DPR Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Yanuar Prihatin menilai, sebaiknya pemilihan legislatif (pileg) tidak digelar bersamaan dengan pemilu eksekutif atau pemilihan presiden (pilpres) 2024. Yanuar menyarankan agar pelaksanaan Pilpres 2024 digelar setelah pelaksanaan pileg.
"Jika presidential threshold masih digunakan pada pemilu 2024, maka pelaksanaan pemilihan presiden/wakil presiden (pilpres) seyogyanya dilakukan setelah pemilu legislatif (pileg) usai, dan setiap partai sudah mengetahui perolehan suara dan kursi di DPR yang ditetapkan KPU," kata Yanuar dalam keterangan tertulisnya yang diterima Republika.co.id, Jumat (29/1).
Yanuar mengatakan, alasannya lantaran hasil pemilu 2019 dinilai sudah usang. Selain itu hasil pemilu 2019 juga dinilai tidak bisa dijadikan dasar untuk memastikan bahwa hasil pemilu legislatif 2024 akan sama persis dengan pemilu 2019.
"Jika hasil pemilu 2019 dijadikan dasar untuk presidential threshold, lantas bagaimana jika partai pengusung anjlok kursinya di DPR dalam pemilu 2024, sementara calon presiden/wakil presiden yang diusungnya terpilih sebagai pemenang? Tentu ini akan mengganggu sistem presidensial yang dianut karena dukungan presiden di parlemen menjadi terbatas," jelasnya.
Menurut Yanuar, jika ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) bersumber pada hasil pemilu legislatif 2024, maka semua partai politik mendapat perlakuan dan kesempatan yang sama untuk mengajukan calon presiden/wakil presiden. Seluruh partai dinilai akan berjuang keras untuk memperoleh kursi sebanyak-banyaknya dalam pileg jika ingin mengusung kandidat presiden/wakil presiden.
"Jika presidential threshold bersumber pada pemilu 2019, maka kesempatan mengajukan calon presiden/wakil presiden hanya dimiliki oleh partai besar. Apalagi partai politik baru, otomatis tak berpeluang memiliki kandidat presiden. Padahal tidak ada jaminan partai besar ini akan memperoleh kursi yang banyak pula pada pemilu 2024," ungkapnya.
Ketua DPP PKB itu menambahkan, pola yang sama semestinya berlaku untuk pelaksanaan pilkada. Ia mengimbau agar pelaksanaan Pilkada dilaksanakan setelah pemilu legislatif usai, dan hasilnya sudah ditetapkan KPU.
"Calon gubernur/bupati/walikota diajukan oleh partai politik yang memenuhi syarat berdasar hasil pemilu legislatif paling terbaru," ucapnya.
Yanuar berpandangan, RUU Pemilu yang tengah disusun oleh DPR saat ini perlu mendesain ulang pola keserentakan pemilu yang akan dipilih. Pemilihan anggota DPR, DPD, DPRD provinsi/kabupaten/kota berjalan serentak lebih awal, baru kemudian disusul pilpres dan pilkada.
"Khusus untuk pilkada desain keserentakannya harus diharmonisasi ulang dengan jadwal Pilkada yang sudah adaagar problem-problem teknis dan kekosongan jabatan kepala daerah bisa diatasi dengan tepat," tuturnya.