Jumat 29 Jan 2021 01:35 WIB

Epidemiolog: Pengadaan Vaksin Harus Ada Dasar Saintifik

Pemerintah membeli vaksin sebelum BPOM mengeluarkan Emergency Use Authorization (EUA)

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Nidia Zuraya
Petugas bersiap menyutikkan vaksin COVID-19 produksi Sinovac saat pelaksanaan vaksinasi massal untuk tenaga kesehatan (Nakes). ilustrasi
Foto: ANTARA/Andreas Fitri Atmoko
Petugas bersiap menyutikkan vaksin COVID-19 produksi Sinovac saat pelaksanaan vaksinasi massal untuk tenaga kesehatan (Nakes). ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Epidemiolog Tifauza Tyassuma mengkritisi kebijakan pemerintah terkait pengadaan vaksin. Menurutnya pengadaan vaksin harus ada dasar saintifiknya. 

"Pada saat uji klinis tiga ini dilakukan belum ada hasil dari uji klinis itu pemerintah sudah melakukan pembelian, ini jelas kita bertanya apa dasarnya?" kata Tifa dalam acara Talskhow di Tv One, Kamis (28/1).

Baca Juga

Menurutnya Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) seharusnya menjadi komandan dalam pengadaan dan pemberian izin pemberian izin vaksin. Ia melihat ada kesan BPOM ter-fait accomply dengan agenda vaksinasi yang telah diumumkan dilakukan pada 13 Januari 2020. 

Selain itu dia juga menyoroti merosotnya angka efikasi vaksin Sinovac di Brasil dari 70,8 persen menjadi di angka 50,4 persen. Berbeda dengan dua vaksin asal China lainnya Sinopharm dan Cansino yang dipakai di Uni Emirat Arab dan Qatar. 

"Sekarang interimnya sudah keluar kan sinopharm yang dipakai di Uni Emirat Arab, Qatar itu efikasinya lebih tinggi 20 persen dibanding Sinovac. Pertanyaannya kenapa sih pemerintah itu sebelum ada, uji klinis fase tiga juga baru berjalan, kemudian belum ada tanda-tanda efikasi dari si yang dipesan ini tapi barang itu sudah datang," ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement