Selasa 26 Jan 2021 13:34 WIB

Hoaks-Hoaks Vaksinasi Covid-19

Ada 3 golongan penyebar beritaa hoaks dan meragukan vaksinasi covid-19 di Indonesia.

Rep: Anadolu/ Red: Elba Damhuri
Petugas kesehatan menyiapkan vaksin COVID-19 Sinovac yang akan diberikan pada tenaga kesehatan di Rumah Sakit Darurat (RSD) Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta, Selasa (26/1/2021). Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan sebanyak 179.000 orang tenaga kesehatan telah melakukan vaksinasi Sinovac hingga hari Senin (26/1/2021) untuk mengejar target penyelesaian vaksin pada akhir tahun 2021.
Foto:

Peningkatan jumlah hoaks seputar vaksin Covid-19 tampak terjadi pada Januari 2021, menyusul dimulainya program vaksinasi pada 13 Januari lalu.

Pada 1 hingga 18 Januari 2021, Kominfo mencatat 22 hoaks beredar.

Sedangkan data Mafindo, jumlah hoaks vaksin pada 1 hingga 23 Januari sebanyak 35, meningkat dua kali lipat dibandingkan bulan Desember yang mencapai 16 hoaks.

Beberapa hoaks yang cukup viral, misalnya, video pendek yang beredar di Facebook pada 19 Januari 2021.

Video dengan narasi bahwa vaksin Sinovac memakan korban santri dari Kabupaten Jember, Jawa Timur dibagikan 81 ribu kali dan mendapatkan komentar 6,9 ribu dari warganet.

Hasil pemeriksaan fakta Mafindo menunjukkan, video tersebut adalah peristiwa pada 28 Februari 2018.

Saat itu, puluhan santri pingsan di Pondok Pesantren Madinatul Ulum di Kecamatan Jenggawah karena dehidrasi usai disuntik vaksin difteri.

Contoh lain adalah video yang diklaim adanya cip dalam vaksin Sinovac yang bisa mengontrol manusia seumur hidup.

Padahal barcode yang dimaksud dalam vaksin Sinovac berguna untuk melacak agar vaksin diberikan kepada orang yang sesuai.

Anadolu Agency juga menemukan sejumlah akun Twitter dan Facebook membagikan kampanye anti-vaksin dengan narasi menyesatkan dan keliru seputar vaksin Covid-19 melalui tagar #TolakVaksin.

Ketua Presidium Mafindo Septiaji Eko Nugroho mengidentifikasi ada tiga kelompok utama yang menyebarkan hoaks vaksin Covid-19.

Pertama, kelompok anti-vaksin yang berlatar belakang agama. Kedua, kelompok yang punya bias anti Cina atau anti Barat.

“Jadi bukan anti vaksin, tetapi anti Sinovac, atau anti Pfizer,” kata Septiaji dihubungi Anadolu Agency, Sabtu.

Kelompok ketiga adalah mereka yang awalnya bukan kelompok anti-vaksin, tetapi kemudian terpengaruh teori konspirasi Covid-19.

Mereka akhirnya menganggap bahwa vaksin Covid-19 tidak perlu dilakukan.

Gerakan anti-vaksin seperti....

sumber : Anadolu
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement