REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah video mengenai bahaya vaksin Covid-19 beredar melalui media sosial Whatsapp. Video itu memerupakan tayangan berita berjudul "Potensi Bahaya Vaksin Covid-19" yang sudah ditambah tulisan "hati2,,, rakyat akan dibunuh vaksin CIna,,,!".
Berdasarkan penelusuran, video dalam informasi tersebut diambil dari CNN yang dapat diakses di sini. Namun, berita CNN tidak membuat penjelasan tentang adanya rencana membunuh rakyat Indonesia dengan vaksin.
Video itu membahas tentang hasil penelitian yang dituangkan dalam jurnal Internasional Professor Nidom Foundation atau PNF. Peneliti PNF menginvestigasi 40 Virus Covid-19 asal Indonesia, sejumlah negara Asia Tenggara dan Wuhan.
Hasilnya, 40 virus yang diteliti memiliki motif Antibody Dependent Enhancement atau ADE dan 57,5 persen mengalami mutasi dari Virus Covid-19 Wuhan. Artinya, ada peningkatan keganasan virus setelah vaksinasi.
Republika.co.id mewawancarai Guru Besar Biokimia dan Biologi Molekuler Universitas Airlangga Prof Chairul Anwar Nidom mengenai berita yang memuat pernyataannya. Prof Nidom mengatakan, penjelasannya dalam berita tersebut bukan soal apakah dirinya mendukung atau tidak mendukung vaksinasi.
Nidom juga mengatakan, ia bukan berarti ingin mengajak orang untuk antivaksin. Sebagai peneliti, ia mengungkapkan kekhawatiran karena dalam riset yang dilakukan virus corona memiliki struktur peningkatan yang bergantung pada antibodi atau biasa disebut Antibody-Dependent Enhancement (ADE).
"Jadi virus itu ketika ketemu antibodi dari vaksinasi maupun infeksi alam dia tidak dimatikan oleh antibodi. Tetapi malah bisa antibodinya diajak kolaborasi dengan virus," ujar Nidom kepada Republika.co.id, Rabu (20/1).
Karena itu, Nidom meminta pemerintah atau peneliti dari Unpad untuk menelusuri ada atau tidaknya kemungkinan meningkatnya keganasan virus corona terhadap mereka yang telah divaksin. "Kalau memang itu tidak ada di dalam riset tambahan, ya oke, berarti kita aman. Artinya, vaksin itu bisa jadi berhasil dan tidak berhasil tapi tidak meningkatkan keganasan," ujar Nidom.
Republika.co.id pun melakukan pengecekan kepada Guru Besar Fakultas Kedokteran Unpad yang juga Ketua Tim Riset Uji Klinis Vaksin Covid-19 Unpad Prof Dr Kusnandi Rusmil. Prof Kusnandi membantah ada struktur ADE dalam SARS-CoV-2 yang menyebabkan Covid-19.
Kusnandi mengatakan, ADE akan terjadi jika antigennya lebih dari situ. “ADE tidak terjadi pada Covid-19 karena antigennya hanya satu,” kata Kusnandi saat dikonfirmasi, Rabu (20/1).
Penelitian yang selama ini dilakukan tentang Covid-19, tidak ada yang menyebutkan terjadinya ADE. “ADE terjadi pada demam berdarah. Jadi kalau dikasih vaksin Covid-19 itu menimbulkan antibodi dan ADE tidak terjadi,” ujar dia.