Jumat 15 Jan 2021 18:32 WIB

Hariman Siregar: Demokrasi di Masa Pandemi Harus Dijaga

Semua kekuatan sipil harus terus bahu membahu menjaga demokrasi

Suasana peringatan HUT INDEMO ke 21 dan PERINGATAN MALARI ke 47 di Jakarta (15/1).
Foto: istimewa
Suasana peringatan HUT INDEMO ke 21 dan PERINGATAN MALARI ke 47 di Jakarta (15/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tokoh peristiwa Malapetaka 15 Januari (Malari) yang terjadi pada 1974, Dr Hariman Siregar, mengatakan apa ototiaran yang terjadi di masa lalu, pada masa pandemi Covid-19 ini tidak boleh terjadi. Masyarakat sipil harus terus menjaganya karena untuk mencapainya dahulu membutuhkan pengorbanan yang tidak sedikit dan sangat susah.

''Situasi hari ini memang terkesan 'auto pilot'. Atas keadaan ini maka semua kekuatan sipil harus terus bahu menjaganya agar demokrasi terus terjaga. Ini agar bangsa ini tidak terjebak dalam otoritarianisme kembali,'' kata Hariman Siregar, dalam acara peringatan HUT Indmei ke-21 dan Peringatan Malari ke-47 di Jakarta (15/1).

Memang, lanjutnya, dalam situasi pandemi masyarakat harus bergantung pada diri sendiri. Aturan kenegaraan pun bisa diperketat.

''Tapi semua itu tidak boleh mengorbankan kebebasan sipil kita. Jalan keluarnya ya semua pihak harus saling membantu dan bergotong royong. Masyarakat harus disadarkan bahwa vaksin bukan segala. Mereka harus diajak dengan semakin menyadari perlunya mentaati protokol kesehatan,'' tegasnya.

Senada dengan Hariman, Guru Besar Mikrobiologi UI Prof Amin Soebandrio, mengataan kesadaran masyarakat memang harus dibangun di tengah pandemi ini. Vaksin tidak bisa dijadikan sandaran utama untuk memutus pandemi virus COvid-19.

''Ingat semua vaksin itu punya kekurangan dan kelebihan. Tidak ada vaksin yang superior. Sayangnya, semua negara kini berebut vaksin. Dan sampai sekarang dunia kesehatan belum tahu persis bagaimana persisnya kekuatan vaksin itu. Kita baru bisa tahu soal ini enam bulan ke depan,'' katanya.

Dunia sendiri, katanya, kapasitas produksi vaksin di dunia 1 tahun itu enam milyar vaksin. Sedangkan penduduk dunia kini jumlahnya sudah mencapai lebih dari tujuh miliar. Untuk Indonesia setidaknya harus ada 170 juta penduduk untuk divaksin. Jumlah vaksin yang harus disediakan mencapai 400 juta vaksin karena minimal harus dilakukan dua kali penyuntikan per orang.

Epidemolog UI, DR Pandu Riono, mengatakan situasi pandemi saat ini makin tak terkendali. Data yang ada sekarang sebenarnya hanya seperti puncak gunung es.

''Jumlah orang yang terkena pandemi terus meningkat. Bahkan kurvanya terus meninggi dan ini menandakan Indonesia belum menyelesaikan pandemi gelombang pertama. Angka reproduksinya juga masih tinggi. Belum pernah sampai di bawah angka satu, yang artinya belum pernah terkendali,'' ujarnya.

Mau tidak mau, lanjut Pandu, masyarakat memang harus dijadikan sebagai garda yang paling depan. Adanya hal ini memang masyarakat harus diajak bersama untuk memutus pandemi dengan mematuhi semua protokol kesehatan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement