REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia berduka mendalam dengan peristiwa jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182 rute Jakarta-Pontianak di perairan Kepulauan Seribu, Jakarta, pada Sabtu (9/1) lalu. Pesawat tersebut dilaporkan hilang kontak pada pukul 14.40 WIB, beberapa saat setelah lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta.
Pesawat tersebut dilaporkan terjun bebas dari ketinggian 10 ribu kaki ke 250 kaki hanya dalam waktu kurang dari satu menit. Dari insiden kecelakaan pesawat tersebut, usia pesawat menjadi sorotan banyak pihak.
Pasalnya, Kepala Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Soerjanto Tjahjono mengatakan bahwa pesawat Boeing 737-500 yang digunakan Sriwijaya Air SJ 182 dibuat pada 1994. Artinya, usia pesawat tersebut kurang lebih 26 tahun.
Hal ini lantas membuat banyak orang khawatir ketika terbang, terlebih ketika usia pesawat yang digunakan tersebut tergolong tua. Namun, berbahayakan terbang dengan usia pesawat yang sudah tua?
Pilot Kapten Vincent Raditya dalam sebuah vlog yang diunggah di kanal Youtube pribadinya menjelaskan soal berbahaya atau tidaknya pesawat tua ketika diterbangkan. Ia menjelaskan, pesawat dikatakan tua ketika mereka telah memasuki jam terbang 50 ribu ke atas. Kendati begitu, ia mengatakan bahwa tidak ada batasan (limitasi) di mana pesawat harus berhenti beroperasi atau tidak dapat diterbangkan.
"Pesawat itu dari tahun 1930-1940 kalau memang dirawat dengan baik masih bisa digunakan," kata Kapten Vincent, seperti dikutip Selasa (12/1).
Hanya saja, menurutnya, yang menjadi masalah dalam perawatan pesawat tua adalah biaya. Semakin lama pesawat itu inservice, semakin banyak jam terbangnya, maka otomatis semakin banyak pengecekan yang harus dilakukan. Karena itu, menurutnya, tidak sedikit maskapai penerbangan yang mengganti dengan pesawat baru ketika biaya yang dikeluarkan untuk merawat pesawat tua itu terlalu besar.
Umumnya, pesawat itu dinyatakan berhenti digunakan (stop service) ketika biaya perawatan (maintenance cost) sudah melebihi dari kemampuan maskapai untuk memeliharanya. Sebab, kata Vincent, maskapai harus menghitung pendapatan dari penumpang dan kargo yang didapat dengan biaya perawatan pesawat itu sendiri.
Sementara itu, ia menyebut bahwa pesawat semakin baru memang semakin efisien. Akan tetapi, menurutnya, bukan berarti pesawat baru bisa terhindar dari kecelakaan. Meski sebagian besar pesawat baru terawat dengan baik, tetapi itu tidak menjadi satu indikator di mana pesawat baru akan aman dan tidak berarti pesawat lama atau tua akan mengalami kecelakaan atau kendala.
"Umur tidak bisa menjadi determinasi pesawat itu jelek," ujarnya.