Senin 11 Jan 2021 20:37 WIB

Selama Pandemi, Demokrasi Mundur Otoritarianisme Menguat

Melalui buku ini, ia mengajak semua pihak untuk menatap demokrasi di masa depan

Rep: Fauziah Mursyid/ Red: A.Syalaby Ichsan
Peneliti dari LP3ES sedang memaparkan buku
Foto: Republika/Febryan.A
Peneliti dari LP3ES sedang memaparkan buku

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Direktur Center for Media and Democracy LP3ES Wijayanto menyebut terjadi kemunduran demokrasi selama tahun 2020. Di sisi lain, praktik-praktik otoritarianisme kian menguat.

"Kita menemukan terjadi situasi kemunduran demokrasi yang diklirkan di bab pertama, menurut refleksi dari berbagai literatur kita menjalani kumunduran demokrasi," ujar Wijayanto dalam seminar Outlook Demokrasi LP3ES yang disiarkan secara daring, Senin (11/1). Wijayanto bertindak sebagai salah satu penulis Buku Outlook Demokrasi LP3ES, 'Nestapa Demokrasi di Masa Pandemi'. 

Ia mengatakan, berdasarkan riset LP3ES ada tiga faktor yang mendukung kemunduran demokrasi di Indonesia, yakni faktor struktural, semakin terkonsolidasinya oligarki, faktor agensi yakni pemimpin terpilih secara demokratis yang membumbungi demokrasi. Faktor lainnya yakni kultural. Menurut dia, publik pun masih setengah hati dalam mendukung demokrasi. Hal ini menurut Wijayanto, ditambah makin melemahnya masyarakat sipil yang menguatkan terjadi praktik-praktik otoritarianisme.

"Dalam buku ini argumennya adalah bahwa kita mungkin sistemnya belum berubah menjadi otoriter tapi pakai praktik-praktik otoriterisme itu telah ada dan terjadi penanda dari mundurnya demokrasi yang cukup serius," ungkap dia.

Ia menjelaskan, di tengah mundurnya demokrasi, ditambah pula semakin lemahnya oposisi, tidak diindahkannya aturan main, pembatasan kebebasan sipil termasuk media, tiba-tiba kemudian datang pandemi. Ini kemudian yang membuat kebijakan yang dikeluarkan saat pandemi Covid-19 juga merefleksikan situasi demokrasi saat ini.

"Kebijakan-kebijakan kita selama pandemi ini, ternyata yang diprioritaskan justru ekonomi bukannya warga negara, kenapa? ya karena melayani kepentingan oligarki, itu juga konsisten juga terjadi pada waktu kita mengambil kebijakan new normal," ungkap dia.

Padahal, saat itu, kondisi pandemi Covid-19 grafiknya masih tinggi dan belum siap. Karena itu, melalui buku ini, ia mengajak semua pihak untuk menyadari perlunya menatap kondisi demokrasi di tahun-tahun mendatang.

"Bagaimana ke depan, apa yang kira-kira akan menanti kita di tahun 2021, nah kita lihat oligarki semakin kuat, ancaman ekonomi, masyatakat sipil yang juga belum terkonsolidasi, saya pikir punya alasan yang untuk khawatir situasinya pada 2021 justru semakin buruk," katanya.

Ia mengatakan, harapan saat ini terletak pada masyarakat sipil. Sebab, ternyata setiap kebijakan yang bermasalah selalu muncul protes di media sosial."Buku ini ajakan untuk mendiskusikan dan membangun kolaborasi masyarakat sipil cukup  kuat untuk menantang oligarki, kira-kira begitu rekomendasi ke depan," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement