Rabu 30 Dec 2020 04:57 WIB

Anatomi Hukum Kasus PTPN VIII VS Pesantren Habib Rizieq

Mengkaji kasus sengketa lahan HGU antara PTPN VIII dan Pesantren Habib Rizieq Shihab

Sejumlah spanduk sambutan kedatangan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab terpampang di sepanjang jalan menuju Markaz Syariah, Pesantren Alam Agrokultural, Mega Mendung, Kabupaten Bogor
Foto:

Dari uraian di atas, maka, secara hukum, dilihat dari aspek hukum perdata dan hukum acara perdata PTPN VIII  keliru dan tidak memiliki alasan hukum untuk meminta pihak Pesantren/Habib Rizieq untuk mengosongkan lahan tersebut.  Kecuali ada putusan pengadilan yang berkekuatan tetap yang memutuskan bahwa kedudukan pihak Pesantren/Habib Riziek sebagai pembeli beriktikad baik dibatalkan.

Dengan kata lain, somasi tersebut prematur serta salah pihak. 

Dari aspek hukum pidana, pihak PTPN VIII harus menyadari bahwa posisi hukumnya saat ini adalah ada sengketa kepemilikan antara PTPN VIII dengan Habib Rizieq. 

Sengketa itu berdiri di atas klaim yang sah. PTPN mengaku itu tanah merupakan bagian dari HGU miliknya, dan iihak Pesantren/Habib Rizieq mengaku itu juga miliknya yang g diperoleh secara sah dan halal dari pihak yang mengaku sbg pemilik tanah tersebut.

Berdasarkan ketentuan pasal 81 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, penyidik tidak dapat melakukan proses pidana dengan tuduhan menguasai hak orang lain, sebelum ada keputusan hukum yang menyatakan tanah itu milik siapa.

Dan harus diingat pula, pihak PTPN VIII juga bisa menjadi pihak yang potensial tertuduh. Hal ini akan terjadi bila ada putusan hukum yang menetapkan PTPN VIII terbukti telah lalai menjalankan kewajibannya menjaga serta memelihara aset negara sehingga dikuasai pihak lain bahkan mengalihkannya kepada pihak lainnya, dalam hal ini pihak pesantren/Habib Rizieq.

Begitulah saya memandang kasusnya menurut hukum perdata, hukum acara perdata dan hukum pidana khususnya pasal 81 KUHP.

Dan ini bila kita sepakat bahwa ini masalah hukum dan akan diselesaikan menurut hukum.

Selain kita juga tahu siapa pihak yang mestinya dikejar oleh PTPN VIII secara hukum, ternyata bukan Pesantren/Habib Rizieq, melainkan pihak yang mengaku sebagai pemilik dan menjualnya kepada pihak pesantren tersebut.

Begitulah kira-kira anatomi bila kasus ini mau diselesaikan secara hukum. Namun, bila penyelesaian kasus ini tidak lewat mekanisme hukum, tentu itu jadi aneh dan luar biasa - sebab Indonesia masih negara hukum. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement